EKBIS.CO, JAKARTA -- Pasca melakukan penenggelaman 13 kapal perikanan asing berbendera Vietnam di perairan Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, kini pemerintah kembali menenggelamkan 13 kapal asing. Penenggelaman dilakukan di tiga lokasi berbeda.
Sebanyak tujuh kapal berbendera Vietnam ditenggelamkan di Natuna Kepulauan Riau, tiga kapal berbendera Malaysia di Belawan Sumatera Utara, dan tiga kapal berbendera Vietnam dimusnahkan di Pontianak Kalimantan Barat. Seluruhnya dieksekusi pada Sabtu (11/5).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijastuti memimpin langsung penenggelaman KIA di Natuna. Kegiatan penenggelaman tersebut merupakan pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku IUU Fishing sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perikanan Republik Indonesia (RI).
Kapal-kapal yang dimusnahkan merupakan kapal-kapal yang telah mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (incrakht).
“Menenggelamkan kapal ini kesannya serem, kesannya jahat, tapi merupakan way out yang paling cantik untuk menyelesaikan permasalahan IUU Fishing di negeri kita. Kalo tidak, mau berapa tahun permasalahan IUU Fishing akan bisa diselesaikan,” ujar kata Susi dalam keterangannya, Ahad (12/5).
Menurutnya, pemusnahan kapal asing yang melakukan aktivitas illegal fishing merupakan bentuk ketegasan Indonesia terhadap kedaulatan wilayahnya agar disegani oleh negara-negara lain. Sebab, kata Susi, tidak mungkin negara harus memagari lautnya dengan kapal perang ataupun pesawat udara secara terus-menerus.
“Negara tidak mungkin melakukan pemagaran laut dengan kekuatan militer secara terus-menerus. Berarti kita harus disegani, kita ini harus menunjukkan bahwa kita tegas dan konsisten serta tidak main-main dalam penegakan hukum. Itulah pagar terbaik laut kita,” ucapnya.
Menteri Susi menyandingkan hal itu dengan ketegasan yang dilakukan oleh negara tetangga, Singpura, dalam menjaga kedaulatan lautnya. Ia menambahkan, pemusnahan merupakan cara yang wajar yang juga diterapkan oleh negara-negara lain terhadap kapal pelaku illegal fishing.
“Singapura yang kecil pun tidak memagari lautnya dengan kapal-kapal perang, namun Singapura memagari dengan akuntibiltas, integritas, dan ketegasan sehingga walaupun kecil, disegani di Asia, bahkan di dunia. Nah, kita Indonesia ini juga bisa, bukan tidak bisa,” kata Susi menambahkan.
Secara khusus, Susi menekankan pentingnya untuk menjaga Laut Natuna yang secara geografis merupakan wilayah yang sangat penting di kawasan. Menurutnya, Indonesia harus bersikap tegas dengan tidak memberikan celah bagi penegakan hukum di wilayah ini.
Susi menjelaskan bahwa penenggelaman kapal ikan yang dilakukan selama ini memberikan keuntungan yang sangat besar bagi negara jika dihitung baik secara sumber daya maupun bisnis. Secara sumber daya, tercatat bahwa biomassa laut Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
“Biomassa laut kita tumbuh 300 persen dibandingkan sebelumnya. Lebih subur, lebih banyak ikannya, lebih besar-besar ukurannya,” ungkapnya.
Hal itu pun berimbas positif secara bisnis, di mana terjadi peningkatan nilai ekspor dan angka nilai tukar nelayan (NTN) selama empat tahun terakhir. “Sekarang ini, tuna Indonesia sudah menjadi nomor satu di dunia. Produksi ekspor Indonesia ini nomor dua yang masuk ke pasar Eropa. Nilai tukar nelayan juga naik lebih dari 10 persen dalam empat tahun ini. Satu hal yang jelas efeknya dan jelas hasilnya dari peperangan melawan illegal fishing,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Agus Suherman mengungkapkan, pemusnahan atas 13 kapal tersebut menambah jumlah kapal yang sudah dimusnahkan sejak bulan Oktober 2014.
Hingga saat ini, sebanyak 516 kapal telah dimusnahkan. Jumlah tersebut terdiri dari 294 kapal Vietnam, 92 kapal Filipina, 76 kapal Malaysia, 23 kapal Thailand, 2 kapal Papua Nugini, 1 kapal RRT, 1 kapal Nigeria, 1 kapal Belize, dan 26 kapal Indonesia.