EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (23/5) diprediksi masih lanjut melemah pasca-aksi massa. Massa mengepung kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai bentuk protes hasil rekapitulasi nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan rupiah masih akan terbawa sentimen kerusuhan di beberapa tempat di Jakarta. "Kemungkinan rupiah berlanjut melemah dengan kondisi saat ini, ditambah adanya faktor musiman meningkatnya permintaan dolar AS," ujar Lana.
Dari eksternal, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019 dari sebelumnya 3,3 persen menjadi 3,2 persen. Hal ini mempertimbangkan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang kembali memanas.
Sebelumnya Dana Moneter Internasional (IMF) pada April lalu juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi globalnya sebesar 3,3 persen dari proyeksi Januari 3,5 persen. Sedangkan Bank Dunia pada awal tahun memproyeksi ekonomi global tumbuh 2,9 persen di 2019. Kendati demikian, semua lembaga internasional tersebut masih optimistis dengan ekonomi pada tahun 2020 yang diperkirakan membaik dibandingkan tahun 2019, padahal pada tahun 2020 ada potensi ekonomi Amerika Serikat melambat.
OECD berharap Amerika Serikat dan China bisa segera menyelesaikan konflik dagang, yang bisa membantu perbaikan ekonomi dunia ke depan. "Kemungkinan rupiah melemah menuju kisaran antara Rp 14.350 hingga Rp 14.550 per dolar AS, meski tetap dalam penjagaan Bank Indonesia," kata Lana.
Rupiah sendiri Kamis pagi menguat 17 poin atau 0,12 persen menjadi Rp 14.508 per dolar AS, dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.525 per dolar AS.