EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membuka ruang untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Kebijakan ini dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun dengan mempertimbangkan tingkat inflasi yang rendah.
Namun, Perry menjelaskan, BI harus melihat beberapa kondisi untuk membuat keputusan akhir. Di antaranya, melihat kondisi pasar keuangan global yang tidak pasti dan dapat berdampak pada defisit transaksi berjalan. "Itu kenapa kami masih mencermati ketidakpastian global," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6).
Menurut Perry, kondisi keuangan global saat ini masih bergulir secara tidak pasti. Baik itu akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina, Brexit dan geopolitik yang sewaktu-waktu dapat membalikkan arus modal asing ke luar dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perry menjelaskan, sampai saat ini, BI memiliki alasan tersendiri untuk mempertahankan suku bunga. Di antaranya untuk memastikan stabilitas eksternal di tengah prediksi defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama. Penyebabnya, repatriasi dividen maupun pembayaran utang.
Perry berharap, ketidakpastian ekonomi global dapat berkurang begitu memasuki semester kedua yang diiringi dengan penurunan defisit transaksi berjalan. Dengan begitu, arus modal asing akan terus masuk ke Indonesia. "Itu akan mendukung stabilitas eksternal," katanya.
Meski kebijakan suku bunga harus memastikan kondisi eksternal dan pasar keuangan global, Perry menampik bahwa BI tidak pro pertumbuhan. BI memiliki instrumen lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Misal, menjaga likuiditas di pasar uang dan perbankan melalui operasi moneter.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter akan segera mengubah sikap dengan melakukan penyesuaian kebijakan moneter. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi global yang sedang dinamis.
Sri menuturkan, prediksi tersebut dilakukan di tengah upaya pemerintah bersama BI dalam mengelola dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Terutama ketika terjadi perubahan kondisi di negara maju saat ini, termasuk dari segi arahan kebijakan moneternya. "Selain itu, dengan adanya tanda-tanda pelemahan ekonomi," ujarnya ketika ditemui di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Rabu (12/6).
Tapi, Sri memastikan, pihaknya akan menghargai setiap langkah yang dilakukan BI. Ia meyakini, kebijakan BI bertujuan menjaga kondisi perekonomian dalam negeri bersama dengan pemerintah pada saat kondisi turbulence saat ini.