EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim harga ayam hidup di tingkat peternak sudah mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut, meski belum cukup signifikan, sudah terlihat dalam beberapa waktu terakhir.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti mencontohkan, harga ayam hidup peternak di Jawa Barat sudah menunjukkan tren positif. Meski begitu, pihaknya belum dapat menjabarkan secara detail kenaikan harga ayam peternak di kisaran harga Rp 9.000-Rp 10 ribu per kilogram (kg).
“Tren harga di peternak sudah mulai naik,” kata Tjahya saat dihubungi Republika, Kamis (27/6).
Sementara, di pasar-pasar di seluruh wilayah Indonesia, berdasarkan catatan Kemendag yang diolah dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dan Bank Indonesia disebutkan, perkembangan harga eceran daging ayam ras hingga 26 Juni 2019 berada di rata-rata nasional Rp 32.226 per kg. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 4,7 persen dari catatan di tanggal 19 Juni 2019 sebesar Rp 33.829 per kg.
Dia menyebutkan, berdasarkan hasil temuannya mengenai kondisi perunggasan saat ini, terdapat indikasi kelebihan produksi hingga mencapai 30 persen. Dari catatan Kemendag diketahui, peternak melakukan chick-in besar-besaran dengan harapan harga ayam ras hidup atau live bird (LB) dapat membaik saat Lebaran.
Sebab, pada tiga bulan sebelumnya, peternak mengalami kerugian meskipun pada periode tersebut harga bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan pakan pada periode Maret-April 2019 cenderung tinggi.
Tjahya menjabarkan, perhitungan kuota impor DOC sepenuhnya diatur oleh pemerintah melalui Kementan. Sedangkan, surat perizinan impor (SPI) dikeluarkan oleh Kemendag sesuai dengan rekomendasi yang diberikan.
Dia mencatat, berdasarkan hasil rapat perunggasan pada 14 Juni 2019 diketahui, oversuplai DOC dan FS berkisar 1,5 juta ekor per hari. Untuk itu, kata dia, guna menjaga stabilitas suplai dan kebutuhan, dibutuhkan pengurangan sekitar 30 persen DOC FS ayam broiler.
“Ini memerlukan waktu untuk proses (pengurangan) tersebut,” kata dia.
Guna menyerap oversuplai yang ada, pemerintah sudah menginstruksikan Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin), khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sehingga dapat disalurkan ke ritel-ritel modern. Terkait dengan pembagian ayam gratis, Tjahya menegaskan pihaknya bertugas hanya sebagai fasilitator sebab ada inisiatif dari peternak untuk melakukan aksi tersebut.
“Jadi mereka (peternak) minta ke kita untuk sosialisasikan ini, katanya agar seluruh peternak bisa serentak melaksanakannya,” kata Tjahya.
Lebih lanjut, Tjahya mengatakan, ada kemungkinan untuk menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyerap ayam peternak sesuai dengan harga acuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 di kisaran Rp 18 ribu-Rp 20 ribu per kg. Dengan catatan, kata Tjahya, penunjukan penyerapan oleh BUMN tersebut perlu mempertimbangkan sarana dan prasarana yang dimiliki dan memerlukan pembahasan lebih lanjut di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Kebutuhan daging ayam nasional berdasarkan perkiraan neraca daging ayam ras hasil rapat koordinasi lintas kementerian berjumlah 3.251.745 ton per tahun dengan konsumsi per kapita sebesar 12,13. Sedangkan, produksi ayam dalam negeri berjumlah 3.647.805 ton per tahun. Perhitungan tersebut dikalkulasi dengan perbandingan populasi penduduk sebesar 268 juta jiwa.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan I Ketut Diarmita membantah adanya oversuplai. Menurut Ketut, kata oversuplai tidaklah tepat menggambarkan kondisi perunggasan Indonesia saat ini.
Menurut dia, saat ini sisi produksi ayam sedang mengalami surplus, tetapi dia juga mengaku prihatin dengan adanya penurunan harga ayam di tingkat peternak. Terkait dengan rekomendasi kuota impor DOC yang disetujui Kementan, Ketut enggan menanggapi.
Sedangkan, dengan pengaturan suplai ayam sebagaimana imbauan peternak, Ketut tidak ingin menjabarkan lebih jauh apakah mengiyakan atau membantah akan mempertimbangkan opsi tersebut. “Kalau suplainya enggak ada, nanti jadi masalah lagi,” kata Ketut.