EKBIS.CO, JAKARTA -- Outstanding penyaluran pinjaman berbasis financial technology (fintech) peer to peer (p2p) lending di Indonesia terus mengalami peningkatan. Per Mei 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatat, penyaluran pinjaman sudah mencapai Rp 8,3 triliun dengan akumulasi pinjaman senilai Rp 41,04 triliun.
Meski demikian, OJK memastikan risiko pinjaman macet masih terkendali. "Per Mei 2019, rasio kredit macet fintech berada di angka 1,57 persen," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/6).
Angka rasio kredit macet ini terus mengalami penurunan sejak yang tertinggi pada Februari 2019. Berdasarkan data OJK, rasio kredit macet fintech sempat menyentuh angka 3,18 persen. Kemudian Maret mengalami penurunan di 2,62 persen dan terus turun hingga 1,63 persen pada April lalu.
Wimboh tidak menampik masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan agar aktivitas di industri ini bisa berjalan lancar dan aman. Salah satu tantangan utama di industri ini, menurut Wimboh, yaitu mengedukasi masyarakat agar tidak mudah tertarik dengan tawaran pinjaman dari fintech ilegal.
Dia mengungkapan, masih banyak masyarakat yang terjebak dengan iming-iming proses pinjaman yang mudah, namun bunga yang dipatok sangat tinggi. Sehingga, peminjam pun tidak mampu membayar.
"Masyarakat harus diedukasi ke daerah-daerah, perlindungam konsumen menjadi prioritas kami. Kami berusaha menjaga stablitas tetap terjaga," tutur Wimboh.
Wimboh mengungkapkan, saat ini setidaknya sudah ada 113 fintech p2p lending yang terdaftar berizin di OJK dengan total 8,7 juta peminjam dan 456, ribu pemberi pinjaman. Dari 113 fintech p2p lending tersebut, 107 diantaranya merupakan konvensional dan 6 sisanya berbasis syariah.
Terhadap entitas ilegal, OJK telah membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI) yang bertugas melakukan pengawasan. Menurut Wimboh, jumlah fintech p2p lending ilegal yang sudah ditutup atau diberhentikan oleh SWI hingga saat ini berjumlah 543.