EKBIS.CO, LOMBOK -- Sejumlah 940 financial technology (fintech) lending ilegal mendominasi operasi pinjaman online atau daring. Fintech lending ilegal ini tidak hanya berasal dari dalam negeri melainkan juga berasal dari luar negeri.
"Fintech ilegal itu terjadi karena dia memberi pinjaman dengan mudah dengan bunga yang tinggi, membocorkan data kemana mana dan mengirim ke debt collector dan ini kita sebut dengan inklusi keuangan yang menyakitkan," kata Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK,Hendrikus Passagi, di Lombok Tengah, pada Ahad (30/6).
Ia juga mengatakan bahwa kinerja dari fintech lending ilegal, berada dalam pengawasan dari OJK dengan tiga tugas yang dilakukan, yaitu menjaga data agar tidak disalahgunakan dan kepentingan nasional dijaga, dan mencegah lending ilegal digunakan untuk pendanaan terorisme, pencucian uang dan menggangu sistem keuangan.
Pihaknya juga mengatakan saat ini ada 113 penyelenggara fintech lending yang terdaftar/berizin di OJK. Dibandingkan dengan jumlah fintech ilegal sebanyak 947 penyelenggara fintech lending ilegal yang ditutup oleh Satgas Waspada Investasi (SWI). Secara rutin OJK dan SWI menelusuri penyelanggara fintech lending ilegal.
"Tapi saat ini belum ada UU perlindungan data pribadi, jadi setiap melakukan peminjaman dari fintech lending illegal saya pastikan semua data pribadinya disalin dan digunakan. Bayangkan kalau berasal dari luar negeri artinya hampir semua data pribadi disalin di luar negeri," paparnya.
Selain itu, pihak OJK telah mewajibkan fintech lending yang terdaftar dan memiliki izin di OJK hanya dapat mengakses kamera, microfon dan occasion. Untuk akses yang lainnya tidak diperbolehkan, sementara untuk yang illegal dapat dipastikan semua nomer, dan data yang ada di pada handphone dapat diambil.
"Sementara untuk fintech landing perbulan februari kami sudah mengajukan instruksi hanya boleh mengakses camera, mikrofon dan occasion diluar itu ya harus dimusnahkan agar tidak berpeluang menjual data, " kata Hendrikus Passagi.