EKBIS.CO, PURWOKERTO -- Draft RUU Perkoperasian dinilai belum seluruhnya mampu mengakomodasi substansi upaya reformasi total koperasi. Khususnya organisasi yang mengatur diri sendiri dan organisasi basis orang sebagai kunci keberhasilan koperasi.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan Mahkamah Konstitusi, maka seharusnya pembahasan RUU mengakomodasi substansi mendasar mengenai koperasi sebagai organisasi mengatur diri sendiri (self-regulate organization) dan juga organisasi basis orang (people-based organization), sebab dua hal ini menjadi kunci keberhasilan koperasi.
"Sebagai organisasi "self regulate" itu fungsi regulasi harusnya fokus untuk memberikan rekognisi atau pengakuan terhadap praktik terbaik koperasi di lapangan. Bukan mengintervensi terlalu mendalam dan bahkan sampai dengan mengatur soal periodesasi kepengurusan secara detil dari Dewan Koperasi Indonesia," katanya.
Ia mengatakan keberhasilan koperasi di seluruh belahan dunia itu karena diberikan hak otonom bagi koperasi untuk lebih banyak mengatur dirinya sendiri selain merekognisi praktik terbaik di lapangan, bukan mengatur atur sampai ke soal manajemen internal koperasi. Menurut dia, koperasi merupakan organisasi bisnis berwatak sosial yang harusnya tumbuh dan dibentuk secara organik atas dasar kebutuhan masyarakat sendiri.
"Intervensi yang berlebihan yang dilegitimasi dengan UU selama ini telah membuat perkembangan koperasi kita jauh tertinggal dengan negara lain," katanya.
Suroto menilai, semestinya semangat reformasi total koperasi didukung parlemen dari sisi perancangan regulasi seperti soal pengaturan syarat jumlah pendiri koperasi dan syarat administrasi yang terlalu banyak."Harusnya kita mencontoh negara lain yang koperasinya maju yang hanya menyaratkan 3 orang saja cukup untuk mendirikan koperasi," katanya.