EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, mengatakan kondisi keuangan negara saat ini berjalan normal sehingga masyarakat diminta tak khawatir. Namun Pemerintah diminta menggali dan memperluas sumber pendapatan salah satunya melalui pajak.
“Memang pada periode Januari-Maret kondisi keuangan negara menipis. Namun mulai akhir Maret serta April dan seterusnya, seiring dengan pembayaran pajak tahunan dan mengalirnya pemasukan negara dari sektor lainnya, kondisi keuangan mulai stabil," kata Berly melalui keterangan tertulis, Selasa (9/7).
Meskipun keuangan sudah mulai stabil. Akan tetapi menurut Berly, perekonomian negara masih memerlukan perbaikan. Ada banyak perbaikan yang harus dilakukan di luar peningkatan ekspor dan pengurangan impor. Perbaikan alternatif lainnya adalah menggali potensi potensi sumber pendapatan yang selama ini belum tersentuh atau belum terealisasi.
“Yang perlu diperbaiki adalah pendapatan negara di bidang pajak. Target pajak kita selama ini belum tercapai 100 persen. Selain itu, tax ratio kita juga masih rendah. Baru pada angka 10-12 persen dari GDP kita," ujar pria yang juga merupakan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI tersebut.
Kemudian, ia membandingkan rasio pajak Indonesia dengan Thailand. Ia mengatakan, rasio pajak Thailand sudah mencapai 17 persen. Oleh sebab itu, sudah saatnya bagi Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak.
Selain itu, salah satu sektor pajak yang masih bisa digenjot adalah pajak orang pribadi. Ia menuturkan, jumlah warga negara yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih harus ditingkatkan.
Termasuk pula perusahaan-perusahaan tambang. Banyak di antara mereka yang masih belum membayar pajak. Berly berharap, pemerintah akan lebih serius dalam memerhatikan dan menggali potensi pajak dari sektor pertambangan.
Selain pajak, Berly juga menyoroti cukai. Target penerimaan cukai, menurut Berly sudah terpenuhi secara baik. Karena itu, sektor cukai yang sudah memenuhi kewajibannya secara baik, tahun 2019 ini tidak perlu dikotak katik.
Yang perlu digali di sektor cukai adalah potensi cukai yang ada di luar negeri tapi di dalam negeri belum dikenakan cukai. Salah satunya adalah cukai minuman bersoda maupun minuman yang mengandung kadar gula yang sangat tinggi.
“Di luar negeri jenis minuman yang mengandung kadar gula tinggi yang dapat menimbulkan penyakit dalam jangka panjang sehingga membutuhkan biaya perawatan kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsinya dikenakan cukai yang cukup tinggi. Karena itu, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cukai bagi produksi minuman minuman yang mengandung zat zat yang membahayakan kesehatan tubuh,” papar Berly Martawardaya.
Ditambahkan oleh Berly, Pemerintah juga perlu menerapkan cukai bagi plastik dan industri plastik. Alasannya plastik jangka pendek dan jangka panjang menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahkan merusak lingkungan.
Karena itu, untuk mengurangi penggunaan plastik, pemerintah perlu menerapkan cukai plastik. Penerapan biaya atas penggunaan plastik bukan hanya dilakukan oleh pengusaha atau pengelola super market dan sejenisnya kepada masyarakat sebagai konsumen, tapi harus dilakukan langsung oleh pemerintah. Selain memberikan pemasukan yang besar bagi negara, juga akan membuat masyarakat meminimalisir penggunaan plastik.
Di tempat yang sama, ketua Bidang Ekonomi Pengurus Pusat GP Ansor Sumantri Suwarno sependapat dan mendukung apa yang disampaikan Berly Martawardaya. Menurut alumni FEB UI, jika pemerintah jeli, masih banyak sumber sumber pendapatan negara yang belum digali dan dimanfaatkan oleh pemerintah menjadi sumber pendapatan negara yang dapat menutupi atau mengurangi defisit anggaran negara.
Di negara negara lain, plastik sudah mulai dikenakan cukai. Karena itu sudah saatnya pemerintah menerapkan cukai bagi industri maupun pemakaian plastik di Tanah Air. Selain untuk melindungi lingkungan dan alam sekitar dari bahaya plastik juga untuk menambah pundi pundi pendapatan negara.
Pemerintah perlu lebih kreatif dalam menggali potensi pendapatan negara di bidang cukai. Bukan hanya berkutat pada industri tertentu saja yang sudah dikenai cukai dan mencapai target.
"Tapi pemerintah harus menggali sektor lain yang perlu dikenakan cukai. Di antaranya minuman bersoda dan industri plastik itu sendiri,” papar Sumantri Suwarno.
Pada kesempatan tersebut Sumantri Suwarno menyesalkan pemerintah yang terlalu banyak berkutat pada penarikan cukai di industri rokok atau tembakau. Sementara cukai di produk atau industri lainnya masih diabaikan.
Menurut konsultan keuangan beberapa perusahaan property ini, industri tembakau jangan terlalu diperas dengan mengenakan cukai yang terlalu berat atau kenaikannya berulang ulang. Sebab industri rokok maupun tembakau selain memberikan pendapatan langsung bagi negara yang jumlahnya ratusan triliun juga menyerap lapangan pekerjaan bagi rakyat.
Menurutnya industri rokok maupun tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan negara baik langsung maupun tidak langsung. Yang langsung, industri rokok dan tembakau membayar cukai rokok yang cukup signifikan jumlahnya.
Pendapatan tidak langsung, industri rokok dan tembakau menyerap lapangan pekerjaan yang banyak, sebab industri rokok dan tembakau itu padat modal. Jutaan tenaga kerja mendapatkan sumber pendapatan dari industri rokok. Baik dengan menjadi petani tembakau, karyawan atau buruhnya maupun industri ikutannya seperti periklanan, transportasi, dan perdaganganya atau retailernya.
"Jadi Pemerintah harus fair atau adil dalam memperlakukan industry rokok dan tembakau di Tanah Air. Jangan dipukuli terus. Jangan dikenakan cukai terus, Sebab kalau industry rokok dan tembakau kolaps saat ini akan membahayakan perekonomian kita,” papar Ketua Bidang Ekonomi GP Anshor.