EKBIS.CO, JAKARTA -- Para pelaku industri plastik menolak peraturan pemerintah baik di pusat maupun daerah terkait larangan penggunaan plastik kemasan. Diketahui, di sejumlah daerah terdapat peraturan daerah (perda) yang telah menerapkan pelarangan penggunaan kantong plastik.
Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Rachmat Hidayat menilai, pelarangan penggunaan kantong plastik tidak sesuai dengan peraturan perundangan persampahan serta tak tepat sasaran. Dia memproyeksi, pelarangan penggunaan kantong plastik juga dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara, serta penyerapan tenaga kerja.
"Kalau melaranh plastik kemasan itu sama saja melarang produk dalam kemasan," kata Rachmat kepada wartawan, di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Selasa (9/7).
Dia mengatakan, plastik kemasan produk industri seperti makanan, minuman, kimia, minyak, farmasi, dan lain sebagainya tidak dapat dipisahkan dari produk yang dikemas di dalamnya. Sehingga pelarangan tersebut dinilai sama saja melarang produk di dalamnya beredar, sebab sulit tidak menggunakan kantong plastik sama sekali.
Padahal, kata dia, produk-produk tersebut sudah dikendalikan dan diawasi pemerintah dari sisi kesehatannya. Dia menuding, jika pelarangan terhadap kantong plastik terus berlanjut maka hal itu secara otomatis akan berimas terhadap sektor industri.
Salah satu industri yang bakal terdampak, menurutnya, adalah sektor industri makanan dan minuman yang berkontribusi cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi nilai sektor industri tersebut mencapai Rp 1,8 miliar pada 2018 dan tumbuh sebesar 7,91 persen pada akhir 2018.
Pemerintah melalui Kemenkeu mengusulkan besaran tarif cukai sebesai Rp 30 ribu per kilogram (kg) atau Rp 200 per lembar. Usulan tersebut telah disampaikan kepada anggota Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu.
Pemerintah berharap, penerapan cukai plastik dapat mengendalikan ekosistem lingkungan dan budaya konsumsi serta pengendalian lingkungan oleh masyarakat.