EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan perkembangan rancangan Revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) masih jauh dari final. Ia menyampaikan, pihaknya masih melakukan pembahasan di internal Kemenkeu, bahkan draft atau rancangan RUU PPh juga belum dipresentasikan ke kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Belum, kita masih dalam sounding dan draf yang sangat awal. Belum dipresentasikan juga ke kabinet, jadi belum final," kata Sri di Istana Negara, Kamis (25/7).
Penurunan PPh badan memang menjadi salah satu fokus pemerintah demi menarik lebih banyak investasi. Perubahan beleid dilakukan terhadap UU nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan (PPh). Dalam beleid yang baru nanti, besaran tarif PPh badan akan diturunkan menjadi 20 persen, dari sebelumnya 25 persen. Angka ini mengakomodasi keinginan para pengusaha agar iklim investasi Tanah Air makin kompetitif dibanding negara lain di Asia Tenggara.
Sri mengungkapkan, kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar insentif yang diberikan kepada pengusaha tidak sekadar instrumen namun bisa berjalan di lapangan. Insentif yang diberikan, ujar Sri, mencakup tax holiday, tax allowance, dan perubahan UU PPh yang mencakup penurunan PPh badan.
Sebagai gambaran, tarif PPh badan di Indonesia saat ini masih lebih tinggi dibanding negara lain di Asia Tenggara. Misalnya, PPh Badan di Singapura sebesar 17 persen, Thailand sebesar 20 persen, Vietnam sebesar 22 persen, dan Malaysia sebesar 24 persen. Pemangkasan tarif tersebut diharapkan mampu mendorong perbaikan iklim investasi di Indonesia agar Indonesia semakin kompetitif di tingkat global.
Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, sebelumnya berpendapat bahwa kebijakan penurunan tarif (PPh) Badan mengikuti arah tren perpajakan di dunia saat ini. Penurunan PPh Badan tersebut sekaligus untuk menjawab aspirasi dunia usaha sehingga memberikan dampak yang lebih baik kepada geliat perekonomian.