EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menilai revisi Permen 27/2017 mengenai kompensasi kerugian akibat pemadaman listrik PLN harus seimbang antara konsumen dan PLN. Untuk mencegah potensi kebangkrutan PLN, perubahan Permen tersebut harus memperhatikan kepentingan konsumen dan PLN secara seimbang dan berkeadilan.
Fahmy mengkhawatirkan hasil revisi permen dapat membuat PLN bangkrut apabila kompensasi menjadi semakin besar. Menurut Djoko, revisi permen akan jauh lebih baik dengan kompensasi minimum 100 persen maksimum 300 persen, tergantung interval jangka waktu pemadaman.
Selain itu, ia mengatakan, perubahan subtansi permen itu semestinya tidak berlaku surut. Menurut Fahmi, jika dipaksakan berlaku surut maka akan memberikan kompensasi lebih besar kepada konsumen terdampak.
Sebab, kompensasi untuk pelanggan yang terdampak pemadaman listrik pada Ahad (4/8) akan mengikuti permen tersebut. Kondisi tersebut akan makin memberatkan beban PLN dalam pemberian kompensasi.
Kalau kompensasi makin besar dan tuntutan koalisi konsumen dimenangkan oleh pengadilan, PLN terancam bangkrut. "Kalau benar bangkrut, PLN akan berubah menjadi Perusahaan Lilin Negara, dan bangsa Indonesia kembali ke Zaman Batu dalam Kegelapan. Pasalnya, PLN merupakan BUMN satu-satunya yang mengusahakan setrum," kata Fahmi Radhy, Kamis (8/8).
Di sisi lain, dia menilai, seharusnya Dirjen Kelistrikan yang menyampaikan di media terkait revisi permen itu. "Perubahan mendadak subtansi Permen 27/2017 bukan domain Djoko Siswanto, baik sebagai Plt Dirjen Migas, apalagi sebagai Sekjend DEN," kata dia.
Pemerintah berencana merevisi aturan tentang kompensasi untuk pelanggan yang terkena dampak pemadaman massal pada Ahad lalu. Dalam revisi tersebut, pemadaman satu jam akan mendapatkan 100 persen penggantian dari tagihan bulan sebelumnya.
Skema kompensasi menggunakan interval dengan presentase penggantian 200-300 persen penggantian untuk pemadaman jangka waktu tertentu. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan Permen tersebut akan direvisi dan perlu beberapa hari untuk diundangkan di Kemenkumham.