EKBIS.CO, TASIKMALAYA -- Kenaikan tarif angkutan daring tak hanya terjadi di kota-kota besar. Di Kota Tasikmalaya, tarif angkutan daring juga mengalami kenaikan bahkan hingga 100 persen.
Salah satu pengemudi ojek daring Rizal mengatakan, kenaikan terjadi sejak Kamis (8/8). Tarif batas minimal yang tadinya hanya Rp 4.000 untuk jarak 2 kilometer menjadi Rp 9.000 untuk jarak 4 kilometer.
Alhasil, Rizal mulai mengeluhkan penumpang yang mulai sepi. "Sehari biasanya tembus 20 orang. Tapi sejak naik ya agak susah," kata dia saat ditemui, Senin (12/8).
Ia mengatakan, secara pendapatan memang para pengemudi tidak berkurang. Namun, komsumen yang menggunakan jasanya semakin sedikit.
"Mereka otomatis pergi dengan naiknya tarif," kata dia.
Sementara itu, salah satu pengemudi lainnya, Deni (30) mengatakan banyak penumpang yang mengeluh akibat kenaikan itu. Menurut dia, kenaikan itu juga tidak wajar. Pasalnya, tarif langsung naik lebih dari 100 persen.
"Ngeluhnya ya naiknya gak wajar, dari Rp 4.000 sampai Rp 9.000," kata dia.
Ia mengaku pagi tadi mengantar anak SD dari rumahnya ke sekolah. Namun, anak itu hanya memiliki uang Rp 10 ribu untuk uang jajannya. Namun, ia harus membayar ojek sebesar Rp 9.000. Lantaran tidak tega, ia hanya meminta ongkos Rp 5.000 kepada anak tersebut.
Deni meminta, pemerintah mengevaluasi regulasi tarif ojek daring, khususnya di daerah. Pasalnya, UMK Kota Tasikmalaya hanya berkisar Rp 2 juta. Ia menambahkan, umumnya pekerjaan sebagai pengemudi ojek daring juga merupakan pekerjaan utama untuk menghidupi keluarga.
"Kalau pelanggan lari, kita juga yang rugi," kata dia.
Seorang pengemudi ojek daring lainnya, Denden (25) mengatakan, kenaikan tarif saat ini sangat tidak masuk akal. Dengan tarif minimal Rp 9.000, dalam sehari ia bisa menghabiskan Rp 18 ribu hanya untuk transportasi.
"Kalau gitu mending nyicil motor baru sekalian," kata dia.
Salah satu konsumen ojek daring, Asep (38) mengatakan, dirinya biasa menggunakan jasa ojek daring untuk ke bengkel. Dengan jarak sekitar 3 kilometer, ia biasa hanya membayar Rp 6.000. Namun setelah kenaikan, kini ia harus merogoh kocek Rp 9.000.
Dengan kondisi itu, Asep mulai memikirkan kembali ke angkutan umum. "Dulu juga biasanya juga naik angkot, tapi karena ada yang praktis ya naik Gojek. Kalau naik lagi ya mikir lagi," kata dia.
Ia berharap, pemerintah lebih memikirkan masyarakat di daerah dalam membuat regulasi. Jangan, lanjut dia, tiba-tiba tarifnya naik drastis.