EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan sektor keuangan syariah masih belum berdaya saing di pasar. Sebagian besar dari lembaga keuangan syariah punya pricing yang tidak menarik dan layanan yang tidak lebih baik.
"Skala ekonominya kecil, tidak bisa pekerjakan orang yang berkualitas, karena talenta itu mahal dan skala bisnis syariah masih kecil, nggak kuat bayar," kata dia dalam Muktamar IAEI ke-IV di Jakarta, Jumat (23/8).
Apalagi di era kemajuan teknologi saat ini, Wimboh meragukan industri dalam berkompetisi. Pasar yang disasar adalah generasi yang melek teknologi sehingga akan sulit mengakuisisi mereka jika tidak punya produk yang sesuai.
Ia mengatakan setelah melakukan usalasa, tidak semua lembaga keuangan syariah bisa bertahan ditengah gempuran pasar yang punya banyak pilihan. Wimboh mengatakan industri perlu maju dengan memikirkan kualitas sumber daya manusianya.
Ada beberapa poin kunci yang menjadi fokus OJK untuk memperbaiki kondisi. Pertama adalah peningkatan skala ekonomi lembaga keuangan syariah. Ia mengatakan tidak mungkin lembaga yang kecil bisa kompetitif.
"Tidak bisa menjaring konsumen, kalau bisa tidak berkualitas karena hanya mampir," kata dia. Selain itu, performa lembaga keuangan syariah juga cukup buruk dengan Non Performing Financing (NPF) lebih tinggi dan biaya dana yang mahal.
Menurutnya, OJK masih membuka berbagai opsi namun yang dikedepankan tetap harus kualitas. Kondisi kuantitas yang banyak namun tidak berkualitas tidak bisa dibiarkan begitu saja. Artinya, skala ekonomi harus meningkat dan pricing kompetitif.
Salah satu cara untuk meningkatkan skala ekonomi lembaga keuangan syariah adalah dengan dukungan ekosistem. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan berjamaah adalah kunci agar pengembangan syariah bisa masif.
"Adanya ekosistem ini akan jadi snowballing meningkatkan size sekaligus karena satu sektor mempengaruhi sektor lainnya," kata dia.
BI sendiri memiliki blueprint pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Tiga pilarnya yakni pemberdayaan ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan syariah, dan penguatan riset, asesmen dan edukasi.
Perry menyampaikan BI punya komitmen khusus untuk membangun ekosistem ini. Misal dengan pemberdayaan pesantren sebagai sektor riil, yang dihubungkan dengan lembaga keuangan syariah dan digitalisasi.
Pesantren dapat memiliki usaha syariah yang menghasilkan produk dan kemudian dijual di marketplace. BI dan OJK juga menginisiasi instrumen syariah untuk meningkatkan performa lembaga keuangannya.
"Kami yakin bisa semakin banyak berjamaah, kami ajak semua bersinergi," katanya.
Menurut data OJK per Juni 2019, total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp 1.335,41 triliun, tidak termasuk saham syariah. Pasar modal syariah termasuk sukuk dan saham masih menempati porsi terbesar yakni 54,97 persen yakni Rp 734,01 triliun. Kemudian, perbankan syariah dengan porsi 37,39 persen sebesar Rp 499,34 triliun dan IKNB Syariah sebesar 7,64 persen dengan nilai Rp 102,06 triliun.