EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta menjaga kondusifitas harga tanah di kawasan ibu kota baru menyusul diumumkannya lokasi oleh Presiden Joko Widodo. Alokasi kebutuhan pembiayaan dari swasta akan memberikan tantangan yang besar dan berat bagi pembangunan ibu kota di Kalimantan Timur.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute, Agung Pambudhi, mengatakan masalah ketersediaan dan kepastian harga tanah akan menjadi satu hal krusial bagi sektor swasta sebelum ikut berinvestasi. Harga tanah yang melambung tinggi dan tidak terkontrol akan menjadi penghambat aliran investasi dari sektor swasta.
"Tantangannya tentang lahan. Apakah pemerintah bisa jaga itu dengan kepastian hukum dan kepemilikan lahannya. Ini akan menjadi faktor yang amat berat jika harga tidak terkontrol," kata Agung saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/8).
Kepastian harga tanah juga akan menentukan jangka waktu pengembalian modal bagi investor swasta. "Swasta akan berhitung, kapan modalnya kembali dan memberikan profit," katanya menambahkan.
Karena itu, kata Agung, sebelum pemerintah melangkah lebih jauh, seluruh urusan legalitas dan dasar hukum harus diselesaikan bersama legislatif. Pemerintah tidak dapat menentukan sendiri kehendaknya apalagi soal pemindahan ibu kota yang merupakan proyek krusial. Pro kontra pemindahan ibu kota yang tengah mencuat harus disikapi agar kebijakan berjalan kondusif.
Kepastian kebijakan setelah masa pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga perlu diseriusi. Sebab, pemindahan ibu kota merupakan program jangka panjang lintas pemerintahan. Proyek mangkrak amat diwanti-wanti oleh semua pihak karena investasi ibu kota yang bernilai ratusan triliun.
Tim khusus yang akan dibentuk pemerintah juga harus terdiri dari orang-orang yang berkompeten dan bebas dari konflik kepentingan. Agung menegaskan, tim tersebut harus melibatkan pengusaha sehingga pemerintah tidak terkesan berjalan sendiri dan meminta swasta berinvestasi.
Sementara dasar hukum disusun oleh eksekutif dan legislatif, pengusaha menunggu hasil feasibility studies atau studi kelayakan pembangunan ibu kota. Studi kelayakan akan memberikan gambaran prospek bisnis bagi kalangan pengusaha untuk mau berinvestasi.
"Saya belum bisa mengatakan bisa tidaknya swasta ikut membangun. Harus didalami feasibility studies ibu kota. Kita semua ingin ini mangkrak di tengah jalan," kata dia.
Kendati demikian, dilihat secara kewilayahan, Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi lokasi ibu kota baru cukup tepat. Sebab diakui memiliki potensi ekonomi yang besar. Dimulai dari bisnis pertambangan, perkebunan, hingga properti yang mulai bergerak. Dibangunnya akses jalan dari Balikpapan menuju Samarinda turut membantu pertumbuhan ekonomi daerah.
"Tapi kembali lagi, ini semua akan sangat tergantung dari konsensi apa yang ditawarkan ke swasta," kata Agung.