EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan, proyek pembangunan ibu kota baru tidak menutup diri dari investasi asing. Hanya saja, pemerintah akan tetap mengutamakan pendanaan dari dalam negeri.
Bambang menuturkan, prioritas investasi akan ditujukan kepada investor domestik dan BUMN. Apabila memang investasi asing ingin masuk, ia meminta agar mereka melakukan joint venture. "Silahkan join dengan lokal atau BUMN," ucapnya ketika dihubungi Republika, Selasa (3/9).
Dalam laporannya, Bappenas menyebutkan, biaya pemindahan ibu kota diperkirakan mencapai Rp 485,2 triliun. Sebanyak 19,2 persen atau sekitar Rp 93,5 triliun di antaranya akan dibiayai oleh APBN.
Sementara itu, 54,5 persen lainnya (Rp 265,2 triliun) menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan sisanya, 26,2 persen (Rp 127,3 triliun) diharapkan berasal dari swasta.
Bambang menjelaskan, pemerintah terbuka lebar kepada banyak negara untuk menjadi investor pembangunan ibu kota baru. "Kami tidak menyasar negara tertentu," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, pihaknya masih mencari cara untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemindahan ibu kota. Sri mengaku, pihaknya masih mempelajari master plan atau rencana induk yang dikembanghkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Bappenas.
Dari rencana induk tersebut, Sri menambahkan, Kemenkeu baru dapat melihat seberapa besar kebutuhan pembangunan infrastruktur dasar di lokasi ibu kota baru. Kegiatan ini direncanakan dimulai pada tahun depan.
"Gimana status asetnya dan layout kebutuhan capital spending," tuturnya ketika ditemui di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Di sisi lain, Sri mengatakan, Kemenkeu juga harus memikirkan seluruh aset negara yang berada di ibu kota sekarang, DKI Jakarta. Hal ini akan berpengaruh pada tahapan inventarisasi dan proses pelaksanaan proyek pemindahan ibu kota itu sendiri. Apakah dilakukan secara bertahap atau sekaligus.