EKBIS.CO, JAKARTA – Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) meminta agar pemerintah menderegulasi aturan yang ada agar tak berbelit dan dapat membuka daya saing produksi lokal untuk ekspor produk halal. Hal itu jika pemerintah ingin memanfaatkan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memacu ekspor produk halal.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gapmmi Rahmat Hidayat menyampaikan pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja ekspor produk halal. Hanya saja, setiap produk yang berorientasi ekspor harus dilandasi dengan kekuatan bahan baku yang kompetitif dan berdaya saing. Salah satu faktor pendukungnya adalah kebijakan yang akurat.
“Kita ini over regulasi, sehingga kebijakan yang dihasilkan itu sulit memberi ruang bagi pengusaha untuk menghasilkan produk yang berdaya saing,” kata Rahmat saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (8/9).
Dia mencontohkan, jika kebijakan yang diterapkan pemerintah akurat, maka aspek bagaimana bahan baku diimpor, aspek produksi, hingga ongkos logistik produk sudah dapat dipastikan kompetitif. Nyatanya, produk halal Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara lainnya sebab belum kompetitif.
Menurut Rahmat, pemerintah perlu mengatur kebijakan yang memberi ruang bagi pelaku usaha untuk berdaya saing. Misalnya bagaimana kebijakan yang dihasilkan dapat menekan biaya impor bahan baku yang masih tinggi sehingga biaya produksi bisa turun.
“Yang namanya industri sampai saat ini kesulitannya adalah bahan baku, kita ingin ekspor produk halal tapi kalau ketersediaan bahan bakunya minim atau tidak kompetitif, maka hanya akan percuma,” ujarnya.
Dia juga meminta kepada pemerintah agar memperhatikan betul setiap kebijakan dan regulasi yang dihasilkan agar mampu menyerap peluang investasi masuk. Regulasi yang tak berbelit, kata dia, harusnya lebih ditingkatkan agar investasi dapat memicu daya saing industri.
“Buktinya banyak kan, kenapa kok keluar dari China kok (investasi) larinya ke Vietnam, Thailand, bahkan Kamboja. Kenapa tidak ke Indonesia (investasinya), karena kita belum berdaya saing,” ujarnya.