EKBIS.CO, JAKARTA -- Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang penanganan tumpahan minyak sumur YYA-1 dan dampak pencemaran lingkungan pascatumpahan minyak yang berlangsung tertutup menghasilkan dua kesimpulan. Pertamina menargetkan penutupan sumur penyebab kebocoran rampung bulan depan.
Kesimpulan yang disepakati ialah, pertama, Komisi VII DPR mendesak Pertamina Group terus melakukan penanganan, baik penghentian kebocoran minyak maupun dampak lingkungannya. Kedua, Komisi VII meminta Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MR Karliansyah, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridhosani, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien, dan Pertamina Group untuk melaporkan berkala setiap pekan kepada Komisi VII terkait upaya penghentian kebocoran sumur dan dampak lingkungannya.
Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Komisi VII telah mendengarkan penjelasan dari ESDM dan Pertamina terkait tindaklanjut penanganan kebocoran sumur dan dampak lingkungan. Kata Djoko, Komisi VII meminta Pertamina secepatnya menangani kebocoran minyak dan dampak lingkungan.
"Kita diminta melaporkan setiap minggu pada Komisi VII soal perkembangan penanganan," ujar Djoko usai rapat dengar pendapat di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/9).
Djoko menyampaikan, rapat dengan Komisi VII tidak membahas kemungkinan tuntutan kepada Pertamina akibat kejadian tumpahan minyak. "Tadi nggak bahas itu, yang dibahas adalah Komisi VII telah mendengarkan penjelasan kita, dan diminta Pertamina menindaklanjuti penanganan kebocoran sumur ini dan dampak lingkungannya," ucap Djoko.
Pada Rabu (11/9), PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melalui anak usahanya, PT PHE Offshore North West Java (ONWJ), mulai melakukan pembayaran kompensasi tahap awal kepada 10.271 warga terdampak tumpahan minyak sumur YYA-1 yang telah diverifikasi. Total dana untuk pembayaran kompensasi tahap awal sebesar Rp 18,54 miliar.
VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan pemberian kompensasi akan terus berjalan bagi warga terdampak tumpahan minyak. Data terdampak tumpahan minyak, kata Fajriyah, tergantung pada kondisi sumur yang menjadi penyebab kebocoran. Hingga saat ini, lanjutnya, Pertamina terus melakukan pendataan warga terdampak tumpahan minyak.
"Penutupan sumur relief well paling lama kami estimasikan 8 Oktober atau minggu-minggu awal Oktober," kata Fajriyah.
Fajriyah menyampaikan, hingga saat ini, proses pengeboran sudah mencapai kedalaamant 8.900 feet dari target 9 ribu feet. Fajriyah mengatakan penutupan sumur yang menjadi penyebab kebocoran akan memudahkan Pertamina dalam mendata warga terdampak dan memberikan kompensasi.
"Kalau sudah tertutup, sudah tidak ada oil spill, kita membersihkan minyak sekitar satu bulan paling lama atau beberapa minggu. (Pendataan) akan setop, itu akan permudah kita," ucap Fajriyah.