EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta melindungi rokok kretek karena termasuk warisan budaya negeri ini. Tokoh masyarakat Yogyakarta GKR Cindrokirono mengatakan perlindungan bisa dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.
Para pelinting rokok, sebut GKR Cindrokirono, sangat menggantungkan kehidupannya pada pekerjaan ini demi kelangsungan keluarganya. "Kami hanya bisa berharap agar Pemerintah dapat melihat dan meneliti kembali kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan sebelum menggerus habis industri sigaret kretek tangan,” ujar putri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu.
Berdasarkan hasil berbagai penelitian, GKR Cindrokirono mengatakan, rokok kretek mampu menghidupi banyak orang di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya sejak akhir abad ke-18. Persebaran produksi rokok kretek dimulai dari usaha-usaha kerajinan rakyat, hingga akhirnya berkembang menjadi industri kecil, bahkan perusahaan.
“Sejak tahun 1900-an, kretek telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Yogyakarta yang diwariskan secara turun temurun dan Yogyakarta sudah menjadi bagian dari perjalanan panjang sejarah kretek di Indonesia," katanya.
Lebih dari satu abad, kretek telah mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta. "Jangan sampai salah satu warisan budaya kita yang sudah turun temurun ini hanya dilihat sebelah mata dan hilang,” tutup GKR Condrokirono.
Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) meminta pemerintah melindungi segmen rokok kretek menyusul adanya kebijakan yang membuat pelaku usaha kecil di segmen rokok kretek mulai resah. Permintaan disampaikan menanggapi keluhan pelaku usaha industri rokok. Ini terkait rencana pemerintah yang akan menaikkan batasan produksi SKT golongan 2 dari 2 miliar menjadi 3 miliar batang.
Ketua MSI Joko Wahyudi mengatakan wacana ini menimbulkan kegelisahan di industri rokok. Ia khawatir rencana itu juga akan menciptakan dampak sosial ekonomi yang besar. Puluhan ribu buruh bisa terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Bagaimana mungkin sebuah pabrikan yang memiliki modal besar dan merupakan salah satu pabrikan besar dunia ingin menaikkan batasan produksi sigaret kretek tangan golongan 2 yang tarif cukainya lebih murah?" ujar Joko, dalam keterangannya, Jumat (13/9). "Ini jelas-jelas menguntungkan satu pabrikan besar asing saja, dan merugikan pihak lainnya."
Dia mengatakan, usulan kenaikan batasan produksi SKT golongan 2 yang diajukan satu perusahaan besar asing ini akan menyebabkan 28 ribu pelinting yang bekerja di pabrikan SKT golongan 1 akan kehilangan pekerjaan. Tak hanya itu, negara juga berpotensi kehilangan penerimaan cukai sekitar Rp 1 triliun.
Tanpa adanya kenaikan batasan produksi SKT golongan 2, para buruh linting telah menderita lantaran penurunan pangsa pasar SKT secara tajam dari 37 persen pada 2006 menjadi 17 persen pada 2018. Bahkan pada 2019, ujar Joko, sejumlah pabrikan SKT golongan 1 telah mengurangi produksinya, serta meliburkan puluhan ribu pelinting selama beberapa hari.
“Maka itu, kami berharap pemerintah tidak tunduk pada usulan pabrikan besar asing, yang hanya menyengsarakan buruh linting yang sudah terpuruk,” kata Joko.