EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja ekspor Indonesia pada Agustus mencapai 14,28 miliar dolar AS. Nilai tersebut mengalami penurunan secara month to month (7,64 persen) ataupun year on year (9,99 persen).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perlambatan pertumbuhan kinerja ekspor bulan lalu tidak terlepas dari kondisi ekonomi global yang masih menggambarkan perlambatan. Negara tujuan ekspor utama Indonesia seperti Cina, Amerika Serikat (AS) dan Singapura pun ikut terdampak yang menyebabkan permintaan barang ke Indonesia ikut menurun.
"Di sisi lain, perang dagang berlangsung dan harga komoditas masih fluktuasi agak tajam," ucapnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/9).
Berdasarkan sektor, hanya pertanian yang mengalami tren positif pada Agustus. Secara positif, ekspor di sektor ini mengalami kenaikan 7,70 persen dibanding dengan Juli. Pertumbuhan lebih tinggi terlihat apabila dibandingkan Agustus 2018, yaitu mencapai 12,0 persen.
Suhariyanto menambahkan, komoditas yang mengalami pertumbuhan cukup besar secara bulanan adalah sayur-sayuran, hasil hutan bukan kayu lainnya dan ekspor sarang burung. Sedangkan, komoditas yang mengalami kenaikan secara tahunan adalah sarang burung, tanaman obat aromatik dan rempah-rempah.
Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekspor pada sektor pertanian menunjukkan bahwa hasil bumi Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar global. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa kontribusinya terhadap ekspor total masih sedikit. "Sekitar 2,3 persen," ucapnya.
Berbeda dengan sektor pertanian, sektor migas menghadapi penurunan tajam secara bulanan, yaitu sampai 48 persen. Suhariyanto mengatakan, apabila dilacak lebih dalam, penurunan nilai minyak mentah (57,29 persen) dibanding dengan Juli menjadi penyebabnya. Begitupun dengan nilai gas yang turun 45,34 persen.
Penurunan ekspor di sektor migas juga terlihat dibanding dengan Agustus 2018. Penyebabnya, nilai minyak mentah dan gas yang juga turun. "Sedangkan, nilai hasil minyak naik 27,36 persen," tutur Suhariyanto.
Ekspor pada sektor industri pengolahan di bulan Agustus juga mengalami penurunan. Apabila dibanding dengan Juli 2019, penurunannya adalah 2,40 persen, sementara dibanding dengan Agustus 2018 turun 4,62 persen. Penyebabnya, ada penurunan ekspor peralatan komunikasi, kimia dasar organik, sepatu lapangan untuk keperluan industri dan crumb rubber.
Kondisi serupa dialami di sektor pertambangan. Pada Agustus, ekspornya mengalami penurunan 9,46 persen dibandingkan Juli 2019 dan 22,45 persen dibandingkan Agustus 2018. Hasil pertambangan yang menurun adalah batu bara dan lignit.
Suhariyanto mengatakan, komposisi ekspor pada Agustus 2019 tidak mengalami perubahan. Industri masih menjadi kontributor terbesar, yaitu 78,71 persen, sedangkan tambang 12,79 persen dan migas 6,13 persen.
Sementara itu, pada periode Januari sampai Agustus 2019, total ekspor Indonesia adalah 110,07 miliar dolar AS. Nilai tersebut turun 8,28 persen dari periode yang sama pada tahun lalu, yakni 120 juta dolar AS.
Bahan bakar mineral (BBM) masih menjadi kontributor terbesar dengan sumbangan 14,84 persen. Oleh karena itu, ketika harga batubara mengalami guncangan, dampaknya akan luar biasa. Begitupun dengan harga sawit yang memberikan kontribusi melalui kelompok lemak dan minyak hewan nabati sampai 10,69 persen terhadap total ekspor Januari-Agustus 2091.