EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) tengah melakukan penyesuaian atau harmonisasi indikatior sertifikasi teknik budidaya yang baik dan benar atau good agricultural practices (GAP). Saat ini, ASEAN telah memiliki standar sertifikasi GAP sehingga pemerintah perlu melakukan standardisasi.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Kementan, Yasid Taufik, mengatakan, pemerintah telah mengirim naskah penyesuaian Indonesia GAP disertai dengan Self Assesment kepada Chairperson Expert Working Group (EWG) ASEAN-GAP dan Sekretariat Asean.
Sebagai tindak lanjut, Kementan bakal menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Budidaya, Pascapenen, dan Pengolahan Hortikultura. Beleid itu nantinya menjadi dasar hukum penyesuaian GAP Indonesia dengan GAP ASEAN sehingga produk hortikultura asal Indonesia punya keberterimaan yang kuat di negara tujuan ekspor.
"Kebun-kebun yang telah menerapkan good horticultura practice, perlu disertifikasi secara baik oleh pemerintah maupun lembaga yang berkompeten. Tentunya, sertifikasi berdasarkan kelompok tani yang telah teregistrasi menerapkan GAP," kata Yasid di Jakarta, Kamis (19/9).
Sebagai informasi, GAP merupakan teknis penerapan sistem sertifikasi proses produksi pertanian menggunakan teknologi maju, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penerapan ini dapat menjamin sehingga produk aman. GAP telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2003. Secara berangsur, negara-negara tujuan ekspor mewajibkan semua produk bahan pangan memiliki sertifikat GAP.
GAP menuntut para produsen menghasilkan produk aman konsumsi, berkelanjutan dan menjamin keselamatan para pekerjanya untuk menghasilkan produk yang benar-benar berkualitas. Tak hanya menghasilkan produk berkualitas, namun juga mampu meminimalisir pencemaran lingkungan. Apabila produk pertanian yang dihasilkan hendak bersaing di era perdagangan bebas, maka memiliki sertifikat GAP menjadi kewajiban.
GAP ASEAN sendiri menekankan empat komponen yaitu keamanan konsumsi pangan, pengelolaan lingkungan dengan benar, keamanan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja lapang, serta jaminan kualitas produk dan dapat ditelusuri.
Yasid menjelaskan, GAP ASEAN dibentuk untuk meningkatkan harmonisasi program GAP di antara negara-negara anggota ASEAN. Ini mencakup produksi, panen dan penanganan pasca panen buah dan sayuran segar. Panduan ini dirancang untuk membantu para produsen, pebisnis, pemerintah, stakeholder dan pihak lainnya untuk memahami praktik yang diperlukan untuk menerapkan Modul Keamanan Pangan GAP ASEAN.
Berdasarkan data Kementan, saat ini telah terdapat 1162 pelaku usaha yang produk hortikulturanya memiliki sertifikasi GAP kategori Prima 3 (aman dikonsumsi) dan 24 pelaku usaha yang produk hortikulturanya sertifikasi GAP kategori Prima 2 (aman dan bermutu).
Secara daerah, kebun komoditas hortikultura yang bersertifikasi GAP di Provinsi Gorontalo berjumlah 4 kebun, Provinsi Sumsel berjumlah 7 kebun, Provinsi Banten berjumlah 11 kebun, Provinsi Bali berjumlah 6 kebun, Provinsi Bengkulu berjumlah 11 kebun, dan Jawa Barat berjumlah 28 kebun. Namun, dari jumlah 28 itu, hanya 10 kebun yang sertifikatnya berlaku.