EKBIS.CO, JAKARTA -- Pihak pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru mengklaim kabar mereka tidak berkomitmen melindungi orang utan adalah kabar tidak benar. Mereka mengaku terus melakukan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di wilayahnya beroperasi.
"Tidak benar PLTA Batang Toru tidak berkomitmen melindungi orang utan, terutama seperti yang banyak dituduhkan dalam kasus penganiayaan orang utan yang terjadi di sekitar ekosistem Batang Toru," ujar Communications and External Affairs Director PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), Firman Taufick, pada konferensi pers di Jakarta, Ahad (22/9) lalu.
Ia menjelaskan, pihaknya selalu siap membantu jika dibutuhkan dalam melakukan upaya melindungi orang utan Tapanuli. Selama ini, kata dia, PLTA Batang Toru terus melakukan koordinasi dengan BKSDA, masyarakat, dan kelompok-kelompok lingkungan hidup, termasuk organisasi internasional PanEco.
Senior Adviser on Environment and Sustainability PT NSHE, Agus Djoko Ismanto, mengatakan ada beberapa langkah yang dilakukan PLTA Batang Toru dalam melindungi orang utan. Langkah-langkah itu, di antaranya membentuk tim monitoring bersama, melaksanakan kebijakan tidak ada toleransi terhadap perburuan kepada seluruh pekerja pengaman satwa.
"Hasilnya zero accident satwa di areal proyek. Kegiatan monitoring sedang diperkuat untuk menerapkan Smart Patrol. Smart Patrol akan memiliki call center semacam 911, dan petugas maupun relawan dapat melaporkan secara real time. Setiap kejadian dapat dilaporkan langsung disertai foto atau video," tuturnya.
PLTA Batang Toru, kata dia, juga merekrut pihak yang memang pakar di bidang orang utan dan melakukan pengkayaan tanaman pakan di areal koridor. Ia menjelaskan, ke depan pihaknya akan mendukung upaya penanganan konflik satwa di luar areal PLTA.
“Pendidikan masyarakat mengenai bagaimana menangani orang utan ketika sedang turun di kebun sehingga tidak terjadi penembakan lagi juga dilakukan. PLTA Batang Toru juga siap bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk menyelamatkan orang utan," kata dia.
Di samping itu, pengamat lingkungan hidup, Emmy Hafild, tak ingin upaya menjaga kelestarian orangutan dan pembangunan PLTA Batang Toru dibenturkan. Itu karena keduanya bisa saling harmoni untuk kelestarian lingkungan. PLTA Batang Toru, katanya, berada di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) yang sudah ditetapkan sejak 2004.
Ia menilai, proyek tersebut mempunyai dampak positif terhadap lingkungan yang besar jika dibandingkan dengan perkebunan maupun pertambangan emas yang juga ada di sana. Menurutnya, penanganan orang utan di kawasan itu harus dengan strategi perlindungan satwa langka yang berada di luar kawasan konservasi.
"Kegiatan ekonomi masih dapat dilakukan dengan dampak minimal terhadap orang utan, bukan dengan melarang kegiatan ekonominya," kata dia.