EKBIS.CO, JAKARTA -- Manajemen Perum Perikanan Indonesia (Perindo) menyatakan operasional perusahaannya tidak terganggu oleh proses penegakan hukum pasca operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Direktur Utama Risyanto Suanda telah ditetapkan sebagai tersangka, Rabu.
"Manajemen menjamin proses penegakan hukum tidak mengganggu operasional perusahaan, dan kami berkomitmen tetap melayani publik dengan baik," kata Sekretaris Perusahaan Perum Perindo Boyke Andreas dalam siaran persnya, Rabu (25/9).
Dia menjelaskan bahwa pemeriksaan OTT Perum Perindo oleh KPK telah usai dilaksanakan 1x24 jam sejak Senin (23/9).
Boyke mengungkapkan sesuai rilis KPK pada Selasa (24/9) bahwa terkait OTT Perum Perindo telah ditetapkan satu tersangka dari jajaran Direksi Perum Perindo, yaitu Direktur Utama Risyanto Suanda dan satu dari Pengusaha importir ikan bernama Mujib Mustofa sebagai Direktur PT Navy Arsa Sejahtera.
Sementara itu, dua jajaran direksi lainnya, Arief Goentoro (direktur keuangan) dan Farida Mokodompit (direktur operasional) serta beberapa pegawai Perum Perindo hanya diperiksa sebagai saksi untuk dimintakan keterangan terkait kuota impor ikan.
"Kami sangat kooperatif untuk memberikan informasi kebenaran kepada Penegak hukum dan menghormati proses hukum sebagai bentuk dari pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang diterapkan Perum Perindo," kata Boyke.
KPK telah menetapkan Dirut Perum Perindo Risyanto Suanda bersama satu orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait kuota impor ikan tahun 2019. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/3).
Saut menyatakan sebagai pemberi, yaitu Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa (MMU) dan sebagai penerima, yakni Risyanto Suanda (RSU). KPK menduga Risyanto menerima 30 ribu dolar AS terkait pengurusan kuota impor ikan.
Sebagai pemberi, Mujib disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan sebagai penerima, Risyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.