EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak ada kelonggaran aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang diberikan bagi dua perusahaan pembayaran asing asal Amerika Serikat yaitu Mastercard dan Visa. GPN diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017.
"Tidak ada kelonggaran. Tetap sama," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng usai menjadi pembicara kunci seminar bertajuk "Menuju Indonesia Unggul Melalui Ekonomi Digital di Jakarta, Senin.
Dalam PBI Nomor 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway), untuk menjadi lembaga switching, perusahaan pembayaran harus melaksanakan pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik dengan menggunakan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia dan memenuhi kepemilikan saham, paling sedikit 80 persen sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Opsi lainnya, perusahaan pembayaran asing dapat menjalin kerja sama alias menjadi mitra dari Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) domestik.
"Asing bisa kerja sama dengan PJSP domestik. Sekarang kan sudah ada kerja sama asing misalnya Mastercard dengan Artajasa, sudah terealisir lho itu. Mereka kerja sama, kemudian pemrosesannya juga domestik," ujar Sugeng.
Saat ini terdapat empat lembaga switching asing yang beroperasi di Indonesia, yaitu Visa, Mastercard, Unionpay, dan Japan Credit Bureau (JCB). Sementara itu, empat lembaga switching domestik yang sudah resmi mendapatkan lisensi GPN antara lain PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), Rintis Sejahtera (ATM Prima), PT Daya Network Lestari (ATM Alto), dan PT Jalin Pembayaran Nusantara (JPN).
Sebelumnya, Amerika Serikat dikabarkan meminta kelonggaran aturan GPN untuk Mastercard dan Visa, yang ditukar dengan insentif Generalized System of Preferences (GSP) atau keringanan tarif bea masuk yang akan diberikan oleh pemerintah AS.
"Kalau asing kan dalam aturan kita ya boleh juga masuk, asal ada kerja sama dengan PJSP domestik," ujar Sugeng.