EKBIS.CO, TANGERANG -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, masalah fundamental struktural di Indonesia adalah sumber daya manusia (SDM). Mayoritas angkatan kerja didominasi lulusan SD dan SMP yang terbatas dalam segi keterampilan maupun pendidikan. Dampaknya, daya saing Indonesia pun turun, seperti yang tergambarkan dalam laporan World Economic Forum, beberapa hari terakhir.
Tantangan lain yang disebutkan Sri adalah kualitas pendidikan. Hasil skor berdasarkan tes pendidikan ataupun talent management menunjukkan hasil yang tidak cukup baik. "Ini menunjukkan, kemampuan kita perlu ditingkatkan," ujarnya ketika ditemui di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang, Jumat (11/10).
Tapi, Sri menambahkan, memperbaiki pendidikan membutuhkan waktu panjang dan tidak mungkin rampung dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan program prioritas di bidang pendidikan. Bahkan, anggarannya naik setiap tahun, yakni dari Rp 505 triliun pada 2019 menjadi Rp 508 triliun pada tahun depan.
Di sisi lain, pemerintah juga melaksanakan evaluasi bersama-sama dengan lintas kementerian/ lembaga. Evaluasi tersebut membahas efektivitas program pendidikan yang sudah berjalan dan bagaimana memperbaiki hasil dari keseluruhan anggaran yang sudah dialokasikan. "Apakah itu kurikulumnya, proses belajar mengajar, guru sampai kepada delivery-nya," kata Sri.
Program lain yang kini juga digencarkan pemerintah adalah training atau pemagangan. Terbaru, pemerintah mengeluarkan insentif berupa super deductible tax hingga 200 persen untuk perusahaan yang mengadakan kegiatan pemagangan.
Tidak hanya di skala pemerintah pusat, Sri menambahkan, pemerintah juga mendorong keterlibatan pemerintah daerah dalam mengembangkan kualitas SDM. Yaitu dengan memberikan insentif kepada daerah agar dapat semakin baik mengelola anggaran di sektor pendidikan yang efektif. Sebab, sebagian besar anggaran pendidikan dieksekusi oleh pemerintah daerah.
Berikutnya, pemerintah berupaya membangun kampus, kelas atau sekolah yang dilakukan melalui anggaran belanja kementerian/ lembaga di tingkat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Agama.
Secara umum, Sri menekankan, fokus pemerintah saat ini adalah membantu apa yang memang dibutuhkan. Pasalnya, saat ini, pertanyaan yang kerap muncul adalah dengan anggaran segitu besar, kenapa Indonesia tidak mampu mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik.
"Itu yang mungkin harus menjadi fokus kita," tuturnya.
Laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis WEF menyebutkan, peringkat daya saing Indonesia turun 5 peringkat ke posisi 50 dari 141 negara yang disurvei. Sementara, skor daya saing Indonesia pada 2019 turun 0,3 poin ke level 64,6 poin dari skala 0-100.