EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia pada September 2019 mengalami defisit 160,5 juta dolar AS. Upaya yang bisa dilakukan untuk menambal defisit yaitu dengan menjaga aliran modal asing masuk ke Indonesia, salah satunya melalui pasar surat utang.
"Neraca transaksi berjalan kita defisit namun di portofolio investmennya positif. Ini artinya, peran portofolio investment inflow terhadap menambal neraca transaksi berjalan itu cukup penting," kata Head of Research and Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie, Rabu (16/10).
Roby menjelaskan, profil kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) didominasi oleh investor asing. Per Oktober 2019, PHEI mencatat kepemilikan SBN oleh asing sebesar 38,46 persen atau senilai Rp 1.033,82 triliun yang diikuti oleh kepemilikan perbankan sebesar 24,97 persen atau senilai Rp 671 triliun.
Roby mengakui persoalan defisit neraca dagang ini bukan hal baru bagi Indonesia. Indonesia bahkan sudah mengalami defisit sejak 2011 yang disebabkan karena tingginya kegiatan impor dan melambatnya kegiatan ekspor. Namun, masalah defisit ini bisa sedikit teratasi dengan aliran modal masuk melalui surat utang.
Roby menggambarkan besarnya peranan obligasi untuk menambal defisit neraca dagang. Pada 2018 lalu, total defisit neraca dagang Indonesia mencapai Rp 446 triliun. Aliran modal asing yang masuk ke pasar modal mencapai Rp 108 triliun dan melalui investasi langsung (FDI) sebesar Rp 193 triliun.
"Dengan aliran modal asing yang masuk ke pasmod ditambah FDI saja masih ada defisit sekitar Rp145 triliun. Bayangkan kalau foreign flow sangat minim. Tentu defisitnya masih sangat besar," terang Roby.
Meski berperan besar, pasar surat utang tidak bisa terus diandalkan untuk jadi penambal defisit neraca perdagangan. Pasalnya, aliran modal asing di pasar modal itu sifatnya jangka panjang karena sangat tergantung kepada sentimen global.
Menurut Roby, idealnya transaksi dagang memang seharusnya berjalan surplus. Namun ini tentunya membutuhkan waktu yang lama. "Sehingga yang paling instan itu di pasar modal. Bagaimana menjaga agar inflow asing tetap masuk sehingga bisa menopang defisit neraca transaksi," tutur Roby.
Untuk itu, penting bagi pemerintah membuat pasar obligasi menarik di mata investor asing. Direktur PHEI, Wahyu Trenggono, mengakui saat ini yield yang ditawarkan masih tinggi yaitu level 7,3 persen.
Selain itu, inflasi juga masih terjaga dalam kisaran Bank Indonesia. Sedangkan neraca perdagangan walau masih defisit, kondisinya tidak selebar periode tahun lalu.
"Tekanannya sama seperti tahun lalu, tapi indikator perekonomian kita ada peningkatan dibanding tahun lalu," kata Wahyu.
Meski demikian, Indonesia masih harus waspada terhadap sentimen global. Oleh karena itu, menurut Wahyu, pasar obligasi Indonesia harus diarahkan untuk bisa memperkuat investor domestik dengan cara banyak menerbitkan obligasi ritel.
Secara akumulasi periode Januari sampai September 2019, nilai defisit mencapai 1,95 miliar dolar AS. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, situasi ekonomi global masih memegang peranan penting pada kondisi neraca dagang yang defisit sampai saat ini.