Dengan lokasi desa yang berjauhan dan faktor alat transportasi yang menantang, membuat PLN harus menyusun skenario alternatif untuk melistriki 'Bumi Cendrawasih.' Untuk itu, PLN memperkenalkan program 1.000 Renewable Energy for Papua.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Rasio Elektrifikasi (RE) di Provinsi Papua adalah 94,28% dan Papua Barat 99,99%, sehingga saat ini RE di dua provinsi itu adalah sebesar 95,75%, yang dicapai melalui kontribusi PLN (58,25%), program LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) dari
Kementerian ESDM dan listrik swadaya inisiatif Pemda-pemda setempat.
“Masih ada sekitar 1.724 desa yang gelap gulita, dari jumlah desa sebanyak 7.358 desa, sehingga PLN meluncurkan Program 1.000 Renewable Energy for Papua sebagai tindak lanjut dari program Ekspedisi Papua Terang,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi F.X. Sutijastoto, yang mewakili Menteri ESDM Ignasius Jonan, dalam sambutannya saat peluncuran program itu di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan (18/10/2019).
Perkiraan RE hingga akhir tahun 2019 Provinsi Papua 96,79% dan Provinsi Papua Barat 99,99%, dengan tambahan desa yang dilistriki oleh PLN sebanyak 399 desa dan LTSHE 230 desa. Dengan demikian, akhir tahun 2019 masih ada 1.123 desa gelap gulita.
Sementara itu dalam kesempatan serupa, Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN, Ahmad Rofik, memaparkan, Program 1.000 Renewable Energy for Papua ini merupakan inisiatif strategis PLN untuk mencapai target rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun 2020.
Dengan berbekal data dari Ekspedisi Papua Terang, PLN pun mencanangkan rencana pelistrikan untuk 1.123 desa, yang jumlahnya meningkat jauh dari rencana semula melistriki 415 desa. “Program lanjutan dari Ekspedisi Papua Terang inilah yang bertajuk Program 1.000 Renewable Energy for Papua, Mewujudkan Papua Terang 2020,” ungkap Rofik.
Rofik menerangkan, dengan tantangan geografis, kerapatan hunian yang sangat rendah, dan infrastuktur yang terbatas, Program 1.000 Renewable Energy for Papua dipandang sebagai solusi paling efektif untuk percepatan elektrifikasi di Papua dan Papua Barat melalui implementasi model Wireless Electricity. “Optimalisasi energi lokal berbasis energi baru terbarukan (EBT) juga diharapkan akan memperbaiki kinerja Bauran Energi sekaligus menurunkan Biaya Pokok Penyediaan listrik,” jelas Rofik.
Dari hasil kajian dan survei PLN, ada empat alternatif pembangkit listrik
EBT yang ditawarkan dalam Program 1.000 Renewable Energy for Papua, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro; Tabung Listrik (Talis); Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm); serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Untuk Pikohidro, lebih cocok apabila diaplikasikan pada daerah yang memiliki perbedaan ketinggian.
Rofik pun memaparkan rincian program pelistrikan di Papua dengan menggunakan keempat pembangkit listrik EBT tersebut. Rincian jumlahnya, 314 desa direncanakan untuk dilistriki menggunakan teknologi tabung listrik (Talis), 65 desa menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pikohidro (PLTPH), 158 desa akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), 116 desa dilistriki menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), 34 desa dilistriki menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut, 184 desa akan diterangi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 151set, serta selebihnya 252 desa rencananya akan disambungkan ke sistem jaringan listrik (grid) PLN yang telah ada.
Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil yang memanfaatkan energi potensial air, untuk menghasilkan listrik berkapasitas hingga 5.000 Watt. Energi potensial air menggerakkan turbin, sedangkan turbin memutar generator, dan generator inilah yang dapat
menghasilkan listrik.
Sedangkan Tabung Listrik merupakan alat penyimpanan energi (energy storage) layaknya power bank, yang digunakan melistriki rumah. Cukup dengan plug-and-play, masyarakat di pedalaman Papua sudah dapat memanfaatkan listrik dengan Talis, untuk kebutuhan penerangan hingga menyalakan televisi. Talis dapat diisi ulang di Stasiun Pengisian Energi Listrik.
Untuk PLTBm adalah pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi energi biomassa, seperti bambu, kayu, serat kelapa sawit dan bahan organik kering lainnya. Pembakaran biomassa menghasilkan uap air bertekanan yang memutar turbin, kemudian menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. PLTBm yang dikembangkan oleh PLN Regional Maluku dan Papua berkapasitas 3 – 10 kW.
Seperti yang kita kenal selama ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), menjadi alternatif melistriki daerah yang sulit dijangkau oleh transportasi darat. Karena itu dengan mengandalkan sumber energy matahari, maka sangat cocok untuk kawasan terpencil. Energi listrik disalurkan melalui jaringan tegangan rendah atau digunakan sebagai SPEL untuk Talis / Energy Storage (cadangan energi).
www.swa.co.id