EKBIS.CO, JAKARTA -- Sebanyak 79 perusahaan tengah menjalani proses pemeriksaan terkait dugaan melakukan pembakaran hutan dan lahan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyatakan, puluhan perusahaan tersebut telah disegel.
"Mengenai penegakkan hukum, ada 79 perusaaan yang terindikasi. Sedang dilakukan penyelidikan dan penyidikan," kata Pelaksana Tugas Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK, Raffles Pandjaitan dalam konferensi pers di Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (21/10).
Ia memerinci, dari 79 perusahaan pemegang hak konsesi lahan, mayoritas atau sebanyak 33 konsesi berada di Kalimantan Tengah. Sisanya, 11 konsesi terdapat di Kalimantan Selatan, 2 konsesi di Kalimantan Timur, 2 konsesi di Kalimantan Utara, 2 konsesi di Riau, 10 konsesi di Jambi, serta 12 konsesi di Sumatera Selatan.
Dari segi bidang usaha, sebanyak 55 perusahaan bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Selanjutnya 1 perusahaan perkebunan tebu, 15 perusahaan dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan tanaman industri, 3 perusahaan pemegang IUPHHK hutan alam, serta 1 perusahaan pemegang IUPHHK restorasi ekosistem.
Raffles mengatakan, hasil pemeriksaan terhadap 79 perusahaan tersebut akan diumumkan langsung oleh Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK. "Hasilnya, kita tunggu dari Dirjen Gakkum (Rasio Ridho Sani)," kata Raffles.
Dari hasil pemantauan terakhir, pada bulan September terjadi kenaikan signifikan area luasan karhutla yang sebesar 858 ribu hektare (ha) atau naik signifikan dari luasan karhutla bulan sebelumnya sebesar 329 ribu ha.
Dari total luas kebakaran 858 ribu hektare, 228 hektare merupakan lahan gambut sedangkan 630 merupakan lahan mineral. Raffles mengakui, peningkatan itu memang cukup besar sehingga penegakkan hukum mesti digencarkan.
"Siapa yang membakar? Ini yang jelas kebakaran karena ada api yang dibawa manusia. Makanya dalam proses penyelidikan dan penyidikan ke 79 perusahaan itu," kata dia.
Menurut dia, penyebab meluasnya kebakaran memang mayoritas akibat api yang muncul imbas ulah manusia, bukan karena faktor alam. Modus-modus yang kerap ditemui yakni perusahaan membayar orang untuk melakukan pembakaran lahan demi kepentingan perluasan.
Mereka, orang-orang yang menjadi suruhan perluasan bahkan sudah siap untuk menutupi informasi mesti telah diamankan aparat. Hal itu, diakui Raffles cukup menyulitken Direktorat Jenderal Gakkum KLHK ketika melakukan pemeriksaan.
"Gakkum terkadang kesulitan karena orang-orang ini siap untuk tidak buka mulut. Ini yang harus menjadi upaya yang terus dilakukan," kata dia.