EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, keberadaan aset negara yang dikelola pemerintah masih meninggalkan banyak permasalahan. Hal itu lantaran revaluasi aset negara belum dilakukan secara benar dan tepat.
BPK mengingatkan kepada masing-masing kementerian dan lembaga untuk segera merapikan tata kelola aset negara. Ketua BPK terpilih periode 2019-2024, Agung Firman Sampurna, menegaskan, mulai saat ini BPK akan lebih memperketat pengawasan pengelolaan keuangan dan aset negara sesuai standar yang dianut.
Pengetatatan pengawasan sebagai respons atas revaluasi aset yang masih belum dilakukan sesuai prosedur. "BPK dalam hasil pemeriksaan menyatakan menolak revaluasi aset yang dilakukan pemerintah. Saya pikir ini waktu bagi pemerintah untuk merapikan sebagai wujud kepatuhan pada peraturan perundang-undangan," kata Agung usai mengikuti upacara pelantikan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/10).
Lebih lanjut, Agung membeberkan, penilaian BPK atas keuangan dan aset negara yang terakhir dilakukan tidak berdasarkan kepada hasil revaluasi aset yang telah dilakukan pemerintah. Itu karena menyisakan banyak persoalan.
Karenanya, pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap kementerian lembaga untuk tahun 2018 tidak didasarkan pada hasil revaluasi aset. "Jika dipaksakan menggunakan revaluasi aset yang dilakukan pemerintah, opini tidak seperti sekarang," ujarnya menambahkan.
BPK, kata Agung, sebelumnya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap aset pemerintah. Selain itu, kepemilikan dan peruntukkan aset juga ditinjau secara detail. Metode revaluasi yang dipakai pemerintah juga diverifikasi oleh BPK. Namun ia mengatakan nyatanya terjadi banyak masalah dari mulai kepemilikan dan peruntukkan aset, hingga metode revaluasi. Hal ini bagi BPK merupakan masalah yang sangat berat.
"Jadi jelas, laporan keuangan pemerintah dan tata kelola keuangan masih banyak masalah. Revaluasi aset itu bukan satu-satunya masalah," katanya.
Ia melanjutkan, sebetulnya tidak ada hubungan langsung antara opini, laporan keuangan, maupun tindak pidana korupsi. Namun, demi meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara, BPK akan mencoba untuk membentuk biaya akuntabilitas dalam melakukan penilaian. Agung belum menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Selain menyoroti soal pengelolaan tata kelola aset, BPK di bawah kepemimpinannya siap melakukan peninjauan ulang terhadap transparansi fiskal yang disampaikan pemerintah. Oleh sebab itu, BPK sedang menyiapkan formulasi yang tepat untuk memeriksa transparansi laporan keuangan.
Pertama, untuk pemerintah pusat, BPK ingin agar pengelolaan keuangan dilakukan secara berkelanjutan. Di satu sisi, saat ini tengah terjadi kenaikan beban utang sehingga BPK harus mengetahui betul informasi mengenai utang.
Kedua bagi pemerintah daerah, BPK sedang siapkan metode peninjauan ulang secara manual untuk mengevaluasi keberjalanan desentralisasi fiskal.