EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya memberikan stimulus dukungan terhadap perekonomian dalam negeri. Langkah ini guna menekan defisit anggaran yang diperkirakan lebih besar dari target APBN 2019.
Direktur Jendral Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan stimulus tersebut merupakan solusi untuk menetralisir melalui berbagai kebijakan fiskal dan memaksimalkan beragam instrumen.
“Ada dua demand dari sisi belanja berupa insentif. Stimulus bukan hanya bersifat belanja saja, memberikan insentif juga termasuk stimulus. Tax holiday dan tax allowance responnya menarik,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (25/10).
Menurutnya pemerintah juga memberikan beberapa stimulus lainnya seperti RnD, training dan padat karya. Ketiga stimulus tersebut memberikan dampak bagi private sektor meskipun berimplikasi pada penerimaan keuangan negara.
“Artinya yang menikmatinya adalah privat sektornya tapi implikasi ke APBN berkurang karena kita memberikan penerimaan pajak tadi. APBN berkurang secara riil nya. Lalu kita catat namanya tax expenditure,” jelasnya.
Adapun realisasi defisit APBN hingga akhir Agustus 2019 lalu mencapai Rp 199,06 triliun atau sekitar 1,24 persen PDB. Posisi keseimbangan primer pada periode yang sama berada pada posisi negatif Rp 26,64 triliun.
“APBN merupakan alat untuk menghadapi perubahan ekonomi yang terjadi sewaktu-waktu. Dalam tekanan ekonomi global yang fluktuatif perlu dilakukan penyesuaian supaya ekonomi tidak terpuruk semakin dalam,” jelasnya.
Ke depan pemerintah akan terus merespons berbagai tekanan global melalui kebijakan yang responsif, konsisten dan tentu berkomunikasi dan mengkomunikasikannya ke seluruh pelaku ekonomi dan kepada pasar. Hal ini diperlukan agar market memahami kondisi dinamika dan arah kebijakan fiskal terutama dari sisi APBN dan penambahan defisit.
“Kebijakan fiskal counter-cyclical juga diperlukan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Harapannya, kebijakan ini sinergis dengan kebijakan moneter yang juga semakin longgar,” ucapnya.
Kemenkeu menetapkan proyeksi (outlook) defisit anggaran mengalami pelebaran menjadi Rp 310,81 triliun atau 1,93 persen dari PDB. Kini, perkiraan defisit anggaran semakin melebar menjadi kisaran dua persen-2,2 persen dari PDB. Artinya dengan perkiraan tersebut, defisit APBN 2019 diperhitungkan sekitar Rp 322,08 triliun sampai Rp 354,29 triliun.
Berdasarkan PMK diundangkan pada 17 Oktober. Dalam PMK pasal 3 menyebutkan dalam mengantisipasi defisit yang melampaui target defisit APBN Tahun Anggaran 2019, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, maka komite ALM (Asset Liability Management) menghitung besaran defisit. Pasal 3 ayat 2 mengatakan bahwa besaran defisit akan dihitung berdasarkan, pertama proyeksi perkembangan asumsi ekonomi makro, kedua proyeksi pendapatan negara, ketiga proyeksi belanja negara dan keempat proyeksi pembiayaan anggaran.
Selain itu, PMK ini juga mengatur tambahan pembiayaan yang dapat bersumber dari dana Saldo Anggaran Lebih (SAL), penarikan pinjaman tunai, dan/atau penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).