Jumat 25 Oct 2019 17:17 WIB

Pemerintah Temukan 153 Investasi Bodong Berkedok Koperasi

Pemerintah mengerahkan 1.235 orang Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan untuk mengawasi

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Penipuan investasi/ilustrasi
Foto: fraud.laws.com
Penipuan investasi/ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan sepanjang tahun 2019 ini ditemukan sebanyak 153 badan usaha berbasis koperasi yang melakukan investasi bodong. Seluruhnya mengatasnamakan koperasi simpan pinjam (KSP).

Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM, Luhur Pradjarto, mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan penindakan untuk dijatuhi sanksi administratif. Dalam melakukan penindakan pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kepolisian, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Dinas Koperasi dan UKM.

Baca Juga

"Viral akhir-akhir ini bank gelap berkedok koperasi tapi sekarang sudah ditangani Bidang Pengawasan. Ini sangat rawan macam KSP Cipendawa, Cipaganti, Langit Biru, dan lainnya," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (25/10).

Dia menjelaskan bahwa koperasi-koperasi tersebut melakukan aktivitas penjaringan dana dari anggota atau masyarakat namun dana investasinya diselewengkan. Beberapa oknum yang melakukan hal tersebut memanfaatkan badan hukum koperasi yang sebelumnya telah terdaftar. Namun koperasi tersebut dinyatakan telah lama vakum dari aktifitas usahanya sehingga badan hukum koperasi diperjualbelikan.

Untuk memastikan tidak semakin banyak korban yang berjatuhan yang investasinya diselewengkan, pihaknya mengandalkan Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) untuk melakukan pengawasan. Saat ini terdapat 1.235 orang PPKL yang tersebar di berbagai wilayah untuk melakukan tugas pengawasan terhadap koperasi-koperasi aktif dan non-aktif.

Luhur menambahkan, salah satu ciri utama investasi bodong berkedok koperasi dapat dilihat dari latar belakang koperasi apakah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau tidak. Jika dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak melaksanakan RAT, kata dia, si koperasi dipastikan masuk dalam kategori koperasi tidak sehat.

Ciri lainnya adalah usaha yang dilakukan koperasi tidak sesuai Anggaran Dasarnya. Aktivitas bisnis utamanya sudah menyimpang dari usaha yang seharusnya dijalankan. Selain itu suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh calon nasabahnya biasanya menggiurkan dan jauh dari suku bunga simpanan perbankan.

"Misalnya ada anggaran dasar ada unit serba usaha tapi nggak jalan. Ini kategori tidak sehat ini klasifikasinya padahal RAT sebagai indikator paling puncak," ujarnya.

Untuk memberikan efek jera terhadap oknum yang memanfaatkan nama besar koperasi, Kemenkop dan UKM tengah mengusulkan agar ada Undang-Undang (UU) Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU nomer 25 tahun 1992. Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disusunnya akan memuat tuntutan sanksi pidana terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi untuk investasi bodong. Dalam UU yang saat ini berlaku belum diatur mengenai sanksi pidana namun hanya sanksi administratif.

Luhur berharap usulan UU Perkoperasian yang baru dapat segera dibahas oleh DPR sehingga ada kepastian penindakan terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi. Dia menyayangkan draf UU yang sudah masuk di DPR pada periode 2014-2019 batal diparipurnakan sehingga harus di-carry over pada DPR yang baru saja dilantik.

"Jangan sampai koperasi abal-abal atau yang ingin manfaatkan wadah koperasi itu bisa melenggang bebas. Ini udah kita susun dalam pasal-pasal termasuk sanksi pidananya. Mudah - mudahan dalam UU baru ini bisa segera disahkan. Saat ini bola ada di DPR," pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement