EKBIS.CO, JAKARTA – Keterlibatan pemerintah daerah terhadap sistem perizinan berusaha terintegrasi secara online atau Online Single Submission (OSS) membutuhkan waktu untuk adaptasi. Lambatnya kemudahan berbisnis di Indonesia bakal digenjot dalam lima tahun ke depan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Najmul Akhyar mengatakan, pada hakikatnya pemerintah daerah sudah menjalani ketentuan OSS. Hanya saja dibutuhkan waktu yang cukup bagi daerah untuk beradaptasi dan mengharmonisasikan tahap detail dengan pengusaha.
“OSS ini kan begini, kalau ada tender ada apa, Pemda juga tidak bisa intervensi. Jaga profesionalitas, makanya butuh waktu adaptasi,” kata Najmul kepada Republika, akhir pekan kemarin.
Berdsarkan studi terbaru Bank Dunia tentang kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB), Indonesia tak mengalami peningkatan pada posisi peringkat kemudahan berbisnis. Meski Indonesia telah melakukan sejumlah perbaikan jika dibandingkan tahun lalu, salah satunya terkait perizinan memulai bisnis dan investasi.
Dalam studi Bank Dunia itu dilaporkan, peringkat Indonesia stagnan berada di peringkat 73 dari 190 negara dengan skor sebesar 69,6. Meski berada di peringkat stagnan, skor peringkat Indonesia merangkak naik dari yang sebelumnya hanya 67,96.
Tak beranjaknya posisi Indonesia dari peringkat EoDB dunia dikarenakan tumbuhnya agresivitas negara-negara lain yang lebih tinggi. Sehingga skor yang diperoleh negara-negara tersebut mencapai lebih tinggi dan mampu menggeser posisi peringkat.
Menurut Najmul, daerah juga sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mengikuti kebijakan dari pusat. Salah satu yang ditindaklanjuti adalah membangun sistem transparansi kepada pengusaha dan investor yang mau menanamkan modalnya untuk mengolah sumber daya yang tersedia di daerah.
“Misalnya (transparansi) perizinan. Kalau jenis usaha ini biayanya sekian, rampung berapa hari, dan sebagainya. Jadi ada kepastian waktu dan biaya. Investor jadi sudah ada gambaran,” ungkapnya.
Hanya saja menurut dia, harmonisasi dan penyusunan transparansi perizinan ini diakui belum merata terjadi. Namun pihaknya berkomitmen akan mengakselerasi langkah tersebut guna mengimbangi visi dan misi pemerintah pusat.
Di sisi lain, kata dia, Apkasi juga tengah menyusun kemudahan-kemudahan bagi pelaku bisnis dan investor yang berminat menggelontorkan uangnya ke daerah. Kemudahan itu antara lain adalah pemberian insentif, penyederhanaan regulasi, dan juga pelayanan-pelayanan hukum yang berkaitan dengan sektor bisnis.
“Apa yang bisa kita potong, akan kita potong. Kita mudahkan intinya investasi ini masuk,” ujarnya.
Mengacu catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada kuartal II 2019 mncapai Rp 200,5 triliun. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat mencapai Rp 95,6 triliun.
Sedangkan realisasi investasi periode Januari-Juni 2019 mencapai Rp 395,6 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari PMDN sebesar Rp 182,8 triliun dan realisasi PMA sebesar Rp 212,8 triliun. Pada periode ini, realisasi investasi masih didominasi sektor infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, pembangkit listrik, dan konstruksi.
Secara terperinci, hingga awal kuartal III 2019 realisasi investasi di daerah antara lain di Pulau Jawa sebesar Rp 218,1 triliun sedangkan di luar Pulau Jawa membukukan sebesar Rp 177,5 triliun.
Berdasarkan lokasi proyek, realisasi investasi di lima besar terjadi di Jawa Barat dengan realisasi sebesar Rp 68,7 triliun, DKI Jakarta sebesar Rp 54,5 triliun, Jawa Tengah sebesar Rp 36,2 triliun, Jawa Timur sebesar Rp 32 triliun, dan Banten sebesar Rp 24,6 triliun.
Meski realisasi investasi masih didominasi di Pulau Jawa, realisasi investasi di luar Pulau Jawa dilaporkan meningkat sebesar 14,2 persen jika dibandingkan tahun lalu.