EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) berkomitmen menyeragamkan data luas baku sawah, terutama untuk tanaman padi. Data ini yang nantinya akan dijadikan sebagai landasan dalam membuat kebijakan pangan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan kebijakan sinkronisasi ini dapat rampung dalam kurun waktu 100 hari atau selesai pada Januari 2020. Ia menambahkan, pihak Kementan tidak akan mengukur sampel lahan atau ubinan secara terpisah dengan kementerian/lembaga terkait.
Ia justru akan menggaet empat kementerian/lembaga teknis untuk mengukur satu area secara bersama-sama. "Dengan demikian ukurannya pasti sama," ujarnya setelah rapat koordinasi bersama BPS di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (29/10).
Kementerian/lembaga lain yang dimaksud Syahrul adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Selain membicarakan data, Syahrul menambahkan, Kementan dan BPS juga akan menyamakan persepsi mengenai definisi sawah. Sebab, ada beberapa poin yang memiliki perbedaaan definisi, sehingga harus dirumuskan bersama.
Ia mencontohkan di Kementan, suatu lahan masih dianggap sawah meskipun tanaman yang ditanam bukanlah padi. "Ini yang akan kita selesaikan bersama," tuturnya.
Setelah ada penyeragaman, Syahrul memastikan, Kementan akan mengikuti data yang dirilis oleh BPS tersebut. Sebab, BPS harus menjadi pusat data nasional, terutama dalam menentukan luasan baku sawah yang menjadi faktor penentu utama dalam menghitung produksi pangan.
Syahrul menambahkan, data yang selama ini digunakan masih terdiri dari tiga kategori. Pertama, kategori hijau yang sudah menampilkan data secara jelas dan terverifikasi.
Kedua, kategori kuning yang masih membutuhkan klarifikasi. Terakhir, paling urgent adalah kategori merah yang menuntut pemerintah untuk melakukan verifikasi secara langsung ke lapan.
"Tinggal ini penyesuaiannya, dan ini akan selesai dalam waktu singkat," katanya.
Setelah berkoordinasi dengan BPS, Syahrul berencana mendatangi Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil untuk berkoordinasi mengenai area lahan pada Kamis (31/10). Diskusi tersebut akan membahas metodologi yang akan digunakan untuk melihat lahan baku sawah.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pada tahap awal, penyeragaman data akan difokuskan pada tanaman padi. Apabila memang sudah valid, pemerintah akan memperluas kebijakan ke komoditas pangan strategis lain seperti jagung dengan tetap melibatkan kementerian/lembaga teknis.
Suhariyanto menambahkan, potensi perubahan luas baku sawah tetap ada. Sebab, pada data luas sawah rilisan BPS pada tahun lalu dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA), hanya mencakup 16 provinsi sentra produksi padi.
Data yang akan dirilis pada awal tahun depan sudah akan mencakup seluruh provinsi. "Ini yang akan disempurnakan," ucapnya.
Luas baku sawah sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Menteri ATR/BPN Nomor 339 Tahun 2018 mencapai 7,1 juta hektare (ha). Keputusan ini dirilis pada 8 Oktober 2018. Luasan tersebut turun dibandingkan luas lahan baku sawah yang ditetapkan pada 2013, yaitu 7,75 juta ha, dan lebih rendah dibandingkan luas sawah milik Kementan, 8,1 juta ha.
Setelah penyempurnaan data rampung, Suhariyanto menjelaskan, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) baru. "Intinya, kita menyatukan kekuatan untuk saling mengisi. Supaya, datanya satu sehingga kebijakannya tepat," ucapnya.