EKBIS.CO, WASHINGTON -- CEO Boeing Co Dennis Muilenburg dijadwalkan menjalani dua sidang di Amerika Serikat (AS) terkait kecelakaan pesawat jenis 737 MAX yang terjadi di Indonesia dan Etiopia. Ia akan memberikan kesaksian dalam sidang Senat Komite Perdagangan pada Selasa (29/10) waktu setempat dan dalam sidang Kongres AS Komite Transportasi dan Infrastruktur DPR AS pada Rabu (30/10) waktu setempat.
Berdasarkan kesaksian tertulis Muilenburg yang beredar pada Senin (28/10), ia mengakui kesalahan Boeing atas terjadinya dua kecelakaan yang menewaskan total 346 orang di Indonesia dan Etiopia. Pernyataan itu sedianya ia sampaikan di depan Senat AS pada Selasa (29/10) waktu AS, bertepatan dengan peringatan setahun tragedi Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
"Kami telah belajar dan masih belajar dari kecelakaan ini. Kami tahu kami melakukan kesalahan dan memiliki sejumlah kesalahan," demikian isi kesaksian yang disiapkan Muilenberg.
Hasil investigasi atas kecelakaan yang terjadi di Indonesia dan Etiopia, diketahui bahwa ada malfungsi dalam fitur otomatis 737 MAX. Kegagalan sistem tersebut membuat hidung pesawat turun hingga akhirnya terjatuh.
Bertepatan dengan peringatan setahun tragedi Lion Air JT-610, Muilenburg juga menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban melalui pernyataan tertulis yang dimuat pada sejumlah media massa nasional di Jakarta, Selasa (29/10). "Atas nama segenap keluarga besar Boeing, kami menyampaikan penyesalan dan dukacita mendalam atas kecelakaan yang terjadi."
Kecelakaan Lion Air nomor penerbangan JT-610, kata Muilenberg, akan terus menjadi kesedihan yang mendalam bagi dirinya. Muillenberg tidak bisa membayangkan rasa dukacita yang dialami keluarga dan sahabat para penumpang dan awak pesawat terbang itu.
Keluarga korban melakukan prosesi tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat (Ilustrasi)
Setahun lalu, pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP yang memakai teknologi pengendalian penerbangan yang digadang-gadang paling canggih dari Boeing, yaitu MCAS (manouevering characteristics augmentation system), jatuh ke laut dengan jumlah korban jiwa 189 orang, termasuk dua pilot, lima awak kabin, satu anak-anak, dan dua bayi.
KNKT telah mengumumkan hasil penyelidikan mereka berdasarkan pemeriksaan dan pengujian mendalam atas berbagai instrumen, petunjuk, bukti-bukti, dan hal-hal lain terkait yang sahih. Pengumuman itu sudah dilakukan di Jakarta, beberapa hari lalu.
KNKT menyimpulkan, ada sembilan faktor penyumbang kecelakaan mematikan itu dapat terjadi. Beberapa hasil temuan KNKT adalah selama desain dan sertifikasi Boeing 737 MAX 8, dibuat asumsi-asumsi terkait dengan respons pilot terhadap kerusakan. Meski konsisten dengan pedoman industri saat ini, ternyata asumsi ini tidak benar. Berdasarkan pada asumsi ini, perangkat lunak MCAS bergantung pada sensor tunggal dan dinyatakan tepat dan memenuhi semua persyaratan sertifikasi.
MCAS pada pesawat dirancang untuk bergantung sepenuhnya pada sensor AoA. Hal ini membuatnya rentan terhadap input yang salah dari sensor itu. AoA atau angle of attack (sudut serang) adalah parameter kunci dalam penerbangan yang menunjukkan sudut antara sayap pesawat dan arus udara yang mengalir ke arah pesawat. Jika sudut ini terlalu tinggi, pesawat bisa saja mandek atau kehilangan daya angkat. Data parameter diambil dari dua sensor, satu di antaranya terletak di sisi hidung pesawat.
Dalam manual penerbangan dan sewaktu pelatihan pilot, tidak ada panduan tentang MCAS atau penggunaan trim yang lebih terperinci. Ini makin menyulitkan kru penerbangan untuk merespons MCAS yang bekerja secara otomatis.
Kemarin, Lion Air mengadakan tabur bunga di perairan Tanjung Karawang untuk memperingati peristiwa kecelakaan JT-610. Peringatan ini dihadiri keluarga korban.
Keluarga korban kecelakaan mengaku menyerahkan semuanya ke kuasa hukum untuk mendapatkan haknya. "Dengan Boeing, saya nggak terlalu mau banyak komentar karena Boeing pun memberikan pernyataan maafnya dan akan segera mendistribusikan semacam santunan untuk para ahli waris," kata Anton Sahadi keluarga dari almarhum Muhammad Rafi Ardian (24) dan Rian Ariandi (24) kepada Republika, Selasa (29/10).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono (kanan) didampingi Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo (kiri) memberikan keterangan pers hasil investigasi kecelakaan Lion Air JT 610 di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Meskipun begitu, Anton mengakui keluarga korban mengharapkan ada langkah hukum lainnya yang bisa dilakukan kepada Boeing. Hanya saja, Anton menegaskan, ahli waris sudah memercayakan semua hal tersebut kepada kuasa hukum yang tengah mengupayakannya di Amerika Serikat.
"Saya atau ahli waris kami tidak bisa banyak komentar banyak karena takut mengganggu proses yang sedang berjalan. Takutnya statement kita mengganggu upaya-upaya mereka (kuasa hukum) di sana (Amerika Serikat)," ujar Anton menjelaskan.
Anton juga berharap Lion Air bisa merealisasikan janjinya. Menurut dia, kewajiban Lion Air masih sangat dinanti oleh para keluarga korban, baik dari sisi kerugian maupun pembuatan tugu untuk mengenang kejadian tersebut. n rahayu subekti/ idealisa masyrafina/reuters, ed: satria kartika yudha