EKBIS.CO, JAKARTA -- Ambrolnya sektor manufaktur dalam negeri dinilai perlu ditindaklanjuti serius guna menghindari pemangkasan tenaga kerja secara masif. Sebab selama ini terjadi pergeseran pertumbuhan di sektor jasa dibandingkan manufaktur.
Meski Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis realisasi investasi di kuartal III 2019 tumbuh sebesar 18,4 persen, investasi lebih banyak tumbuh ke sektor jasa startup dan bukan pada manufaktur yang membutuhkan penyerapan tenaga kerja secara masif.
“Kalau di jasa, investasinya sekian triliun tapi kan penyerapan tenaga kerjanya enggak banyak. Kalau di industri, satu pabrik saja bisa ribuan (tenaga kerja),” kata Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/11).
Mengacu catatan BKPM, dalam periode Januari hingga September 2019 jumlah penanaman modal yang masuk sebesar Rp 601,3 triliun. Jumlah itu tercatat naik sebesar 12,3 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 535,4 triliun. Sayangnya, laju pertumbuhan investasi ini kontras dengan penyerapan tenaga kerja.
Terhitung dalam periode Januari-September 2019, penyerapan tenaga kerja hanya 703.296 orang atau turun jika dibandingkan tahun lalu sebesar 704.813. Artinya, terjadi penurunan tenaga kerja sebesar 1.517 orang selama periode Januari-September 2019.
Eni berpendapat pertumbuhan investasi yang menyasar sektor jasa memang cenderung mengakibatkan pemangkasan tenaga kerja. Selain hal tersebut juga bakal bertransformasi menjadi kanibal sektor manufaktur di dalam negeri.
Tanpa adanya pergerakan dan pertumbuhan di sektor manufaktur yang menjadi core pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kata dia, bakal ada kecenderungan sektor jasa perdagangan, logistik, dan startup mengambil produk impor. Hal itu artinya akan memperkeruh neraca perdagangan dan gelombang pemangkasan tenaga kerja yang masal.
Menurut dia, pemerintah perlu agresif memperbaiki sektor manufaktur. Caranya adalah dengan melakukan hilirisasi dengan baik sehingga dapat memicu penyerapan tenaga kerja yang signfikan.
“Katakanlah di sektor pertanian dan migas, kalau hilirisasi ini terjadi artinya akan ada pasar. Kolerasinya ke depan juga sektor perdagangan dan jasa juga bisa tersapu, penyerapan tenaga kerjanya jadi double,” kata Eni.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pemerintah memang berkomitmen mendorong pertumbuhan sektor manufaktur. Salah satunya adalah dengan menerapkan Industrial Revolution 4.0 (IR 4.0).
Adapun sektor manufaktur yang dibidik melalui IR 4.0 antara lain elektroni, makanan dan minuman, otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), pariwisata, dan sektor jasa. Di sisi lain dia membeberkan bahwa pemerintah juga sedang menjaga daya beli masyarakat guna menjaga laju pertumbuhan ekonomi.