EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan bakal mengevaluasi kebijakan usai Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut. S&P Global melaporkan PMI manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50, yakni berada di level 49,2 pada September 2024. Angka ini lebih tinggi dari catatan Agustus yang berada pada level 48,9.
“Pemerintah akan terus melakukan evaluasi kebijakan dan antisipasi terhadap berbagai tantangan global,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Menurut Febrio, kinerja manufaktur global secara keseluruhan mengalami perlambatan. Selain Indonesia, sebagian besar negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan kontraksi PMI manufaktur, seperti Amerika Serikat (47,0), China (49,3), dan Jepang (49,6). Sementara itu, beberapa negara tercatat ekspansi meskipun melambat, seperti India dan Thailand.
Faktor kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China juga masih membayangi, meski Pemerintah China telah berusaha membangkitkan optimisme pasar melalui paket stimulus yang cukup signifikan.
Namun, Febrio optimistis peluang ekspor manufaktur Indonesia diperkirakan masih cukup kuat, terutama hasil hilirisasi. Hal ini mulai terindikasi dari tren kenaikan beberapa harga komoditas seperti nikel, minyak sawit mentah (CPO) dan batubara.
“Di tengah tantangan global, kinerja manufaktur domestik memperlihatkan perbaikan meskipun masih dalam zona kontraksi. Optimisme tetap kita jaga untuk capai target pertumbuhan ekonomi,” ujar Febrio.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengingatkan masih diperlukannya regulasi pendukung industri untuk segera memacu PMI manufaktur Indonesia kembali ke level yang ekspansi, yang pada September mulai naik di angka 49,2 poin.
Upaya yang ia usulkan di antaranya revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, dan Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ubin keramik impor, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk kain impor.