EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen melakukan hilirisasi produk substitusi impor di dalam negeri. Untuk itu berbagai aturan yang menghalangi masuknya investasi diharapkan mampu dituntaskan lewat rancangan penyederhanaan Undang-Undang atau omnibus law.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, potensi realisasi investasi ke sektor manufaktur masih signifikan. Hanya saja aturan-aturan yang dinilai menghambat investasi itu diharapkan mampu diselesaikan dengan skema omnibus law dengan baik.
“Kita tunggu realisasi omnibus law. Karena memang yang kita dengar, banyak investor mengeluh soal peraturan-peraturan. Sehingga investasi ke manufaktur belum bergairah,” kata Achmad saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/11).
Pemerintah memang tengah menggodok rancangan UU berskema omnibus law terhadap 74 UU yang dinilai menghambat investasi. Nantinya, melalui omnibus law ke-74 aturan itu akan disederhanakan dalam satu peraturan baru yang terintegrasi dan mengatur perizinan dari daerah ke pusat.
Tanpa realisasi investasi yang masif masuk ke sektor manufaktur, dia menyebut akan sulit bagi sektor industri mengejar hilirisasi. Terlebih dengan adanya berbagai fokus sektor manufaktur nasional terutama di sektor bahan kimia dan barang modal seperti permesinan.
Kemenperin sebelumnya mengungkapkan lima sektor manufaktur yang menjadi prioritas. Kelima sektor tersebut antara lain industri makanan dan minuman (mamin, tekstil dan produk tekstil (TPT), kimia, otomotif, serta elektronika.
Untuk itu menurutnya apapun kendala regulasi yang sekiranya dapat dipangkas, diharapkan dapat direalisasikan dan ditindaklanjuti. Kendati demikian dia optimistis kinerja sektor manufaktur akan semakin membaik apabila realisasi omnibus law terjadi.
“Banyak investor sudah mau inves, tapi enggak jadi karena terbentur regulasi ini lah, itu lah. Rumit,” katanya.