Warta Ekonomi.co.id, -- Kenaikan iuran BPJS Kesehatan memicu munculnya tagar 'Boikot BPJS' di lini masa media sosial Twitter. Bahkan, Senin (4/11/2019) pagi, tagar itu berhasil masuk ke daftar topik yang banyak dibicarakan warganet.
Berdasarkan pantauan Warta Ekonomi hingga pukul 9.33 WIB, tagar itu ada di posisi keempat daftar tren di Indonesia, dengan total 4.424 cuitan.
Salah satu cuitan yang paling banyak mendapatkan sorotan datang dari pengguna bernama D_Mechy (@YongL4dy). "Petinggi-petinggi BPJS ini hanya bisa memandang dari kacamata mereka yang mampu, tapi tak melihat dari mereka yang tak mampu, yang diandalkan hanya bacot tapi bukan pemahaman," tulisnya.
Baca Juga: Rakyat Nunggak BPJS Bukan Tidak Patuh, Tapi Karena Ekonomi Sulit!!
Petinggi² BPJS ini hanya bisa memandang dari kacamata mereka yg mampu, tapi tak melihat dari mereka yg tak mampu, yg diandalkan hanya Bacot tapi bukan pemahaman #BoikotBPJS #BoikotBPJS
https://t.co/RfDwqXzjG9 via @idtodaydotco
— D_Mechy (@YongL4dy) November 3, 2019
Cuitan lain diungkapkan oleh @farrelarrizal13, membahas dampak dari kehadiran BPJS terhadap kesejahteraan tenaga medis.
Ia menulis, "dari sudut tenaga medis pun dengan adanya BPJS ini banyak kesejahteraan tenaga medis menurun, perlu adanya penanganan yang serius jangan hanya saling menyalahkan antarkementerian saja."
Meski didominasi oleh pernyataan mendukung pemboikotan terhadap BPJS, ada pula pengguna yang kontra dengan tagar tersebut. Salah satunya dicuitkan oleh pengguna bernama @Kartikaribet.
"Yakin mau boikot BPJS? Kalau ada salah ya tegur saja @BPJSKesehatanRI, semoga masalah yang ada segera ditindaklanjuti dan dipikirkan kembali solusi yang tepat untuk masyarakat," katanya, sambil melampirkan gambar-gambar berita testimoni para pasien yang merasakan manfaat BPJS.
Yakin mau #BoikotBPJS? kalo ada salah ya tegur saja @BPJSKesehatanRI, semoga masalah yang ada segera ditindaklanjuti dan dipikirkan kembali solusi yg tepat untuk masyarakat.
Aku akui ada bbrp RS yang slowrespons dgn pasien pengguna BPJS, katanya sih kamar penuh. tp entah deh pic.twitter.com/F89EJiESN8
— Ribet lu! (@Kartikaribet) November 4, 2019
Saran untuk Pemerintah Terkait BPJS
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) telah meminta pemerintah mengalokasikan dana lebih besar untuk BPJS Kesehatan. Pasalnya program ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Menurut ekonom senior Indef Didik J Rachbini, ada banyak pos anggaran yang bisa dikurangi pemerintah, yang sifatnya tidak relevan bagi kesejahteraan masyarakat. Misalnya, mencabut subsidi yang diberikan pada PNM agar BPJS Kesehatan bisa bernafas.
"Contohnya, kurangi subsidi pada BUMN (PNM) yang menelan puluhan triliunan dana negara, dari alokasi khusus yang tidak efisien, ditarik dari ratusan dana daerah yang dipendam di perbankan," papar Didik melalui keterangan tertulisnya, Rabu (30/10/2019).
Sementara, mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku 1 Januari 2020, Didik menilainya sebagai salah satu solusi demi menyelamatkan operasional BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Niat Tagih Tunggakan, BPJS Kesehatan Siapkan 3 Ribu 'Debt Collector'
"Jika iuran naik dipersoalkan dan tanpa sulosi dan ditentang banyak orang, maka ini hanya gaya agitatif yang tidak bermanfaat. Menurut saya iuran naik adalah inisiatif solusi, tetapi hanya satu solusi kecil," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah saat ini perlu mengutamakan jaminan kesehatan sebagai amanat UUD 1945. Bila tak berjalan baik, pemerintah dinilai melanggar UUD 1945.
Ia juga mengimbau agar pemerintah lebih memprioritaskan masyarakat yang tergolong tidak mampu dalam pencatatan Badan Pusat Statistik (BPS), penggolongan pun harus tegas. Jangan sampai subsidi dinikmati oleh golongan orang mampu.
"Saat ini golongan yang mampu menjadi parasit BPJS. Pejabat BPJS harusnya kenal dengan moral hazard sehingga mereka yang mampu bisa dinaikkan tarifnya lebih besar lagi," pintanya.