EKBIS.CO, NEW DELHI – India memperoleh ekspor tambahan senilai 755 juta dolar AS selama semester pertama 2019 akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina. Tambahan tersebut didapatkan terutama pada sektor bahan kimia, logam dan bijih. Data ini dirilis melalui studi oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).
Studi menunjukkan, perang dagang AS dengan Cina yang tengah berlangsung mengakibatkan penurunan tajam dalam perdagangan bilateral. Di sisi lain, konsumen mendapatkan harga lebih tinggi dan terjadi efek pengalihan dagang, di mana terjadi peningkatan impor dari negara-negara yang tidak terlibat langsung dalam perang dagang.
Dikutip di Times of India, Rabu (6/11), studi PBB memperlihatkan bahwa tarif bea masuk yang diterapkan AS kepada Cina telah membuat pemain lain lebih kompetitif di pasar AS. Kerugian ekspor yang harus ditanggung Cina adalah 35 miliar dolar AS.
Dari total kerugian itu, sebanyak 62 persen di antaranya dialihkan ke negara lain. Artinya, efek pengalihan dagang dari perang tarif AS dengan Cina selama semester pertama 2019 senilai 21 miliar dolar AS. Efek tersebut telah membawa manfaat besar bagi Taiwan, Meksiko dan Uni Eropa. Sementara itu, sisanya atau 14 miliar dolar AS telah benar-benar hilang atau masih ditangkap oleh produsen AS.
Manfaat pengalihan perdagangan ke Korea, Kanada dan India cenderung kecil, tapi masih substansial. Berkisar antara 0,9 miliar dolar AS hingga 1,5 miliar dolar AS. Sementara itu, sisanya tersebar untuk negara-negara Asia Tenggara lain.
Secara khusus, tarif AS di Cina mendatangkan untung bagi industri India. Mereka mendapatkan 755 juta ekspor tambahan ke AS pada paruh pertama dengan menjual lebih banyak bahan kiia (243 juta dolar AS), logam dan bijih (181 juta dolar AS), mesin listrik (83 juta dolar AS) dan berbagai mesin (68 juta dolar AS).
Lebih lanjut, studi UNCTAD menunjukkan, tarif yang diberlakukan AS pada Cina merugikan kedua negara secara ekonomi. Konsumen di AS menanggung beban terberat, karena harga produk yang sampai di tangan mereka menjadi lebih mahal mengingat perusahaan importir harus menaikkan harga untuk tetap mendapatkan keuntungan.
amun, studi ini juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Cina terdampak dari penerapan tarif. Mereka terpaksa mengurangi harga ekspor mereka untuk mengimbangi bea masuk yang diterapkan AS.
Ekspor Cina harus merugi 35 miliar dolar AS di pasar AS. Sektor mesin kantor dan peralatan komunikasi mengalami pukulan paling parah, karena adanya pengurangan impor AS dari Cina hingga 15 miliar dolar AS.
Direktur Perdagangan dan Komoditas Internasional UNCTAD Pamela Coke Hamilton mengatakan, hasil penelitian berfungsi sebagai peringatan global. "Perang dagang tidak hanya merugikan pemain utama, juga membahayakan stabilitas ekonomi global dan pertumbuhan di masa depan," tuturnya.