Warta Ekonomi.co.id, Bogor
Departemen Kehakiman Amerika Serikat mendakwa dua mantan karywan Twitter karena bertindak sebagai mata-mata untuk Arab Saudi. Keduanya mengakses informasi milik 6 ribu pengguna Twitter tanpa izin, berdasarkan laporan kriminal belum lama ini.
Informasi itu meliputi rekam jejak aktivitas pengguna, surat elektronik, dan nomor telepon. Hal itu menimbulkan pertanyaan, apakah Twitter benar-benar melindungi informasi pengguna yang kritis terhadap pemerintah Arab Saudi?
Salah seorang mantan karyawan, Ahmad Abouammo dituding menggali sejumlah akun pengguna, termasuk yang mengkritik pemerintah Saudi. "Abouammo ditangkap Selasa (5/11/2019) karena mengelola kemitraan media Twitter untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara hingga 2015," begitu bunyi laporan tersebut, dikutip dari Cnet, Jumat (8/11/2019).
Baca Juga: Nyinyir Terus! Bos Twitter Ejek Logo Baru Facebook
Ia dipekerjakan oleh seorang pejabat Saudi yang diduga memberinya imbalan jam tangan seharga US$300 ribu. Abouammo juga dituduh membuat pernyataan palsu dan memalsukan faktur ketika ia dihubungi oleh FBI.
Agen Khusus FBI, John F Bennett menyampaikan, "kami tak akan diam dan mengizinkan pemerintah asing mengeksploitasi informasi pribadi pengguna secara ilegal. Itu dapat menimbulkan ancaman penting bagi bisnis AS dan keamanan nasional."
Karyawan lain, Ali Alzabarah, diduga bekerja dengan pejabat Saudi yang sama dan mendapatkan akses ke informasi pribadi milik lebih dari 6.000 akun Twitter. Itu termasuk surel, nomor telepon, dan alamat protokol internet. Alzabarah adalah warga negara Saudi dan bekerja sebagai insinyur Twitter yang bertugas memastikan situs itu berjalan baik.
Juru bicara Twitter mengatakan, perusahaan memiliki alat untuk melindungi privasi pengguna yang menghadapi risiko ketika mereka berbagi pandangan, tetapi perusahaan menolak untuk membagikan informasi lebih lanjut.
Pelaku ketiga, Ahmed Almutairi, dituduh berperan sebagai perantara antara pemerintah Saudi dan karyawan Twitter sekaligus menjadi mata-mata. Baik mantan karyawan, serta Asaker dan Almutairi, tidak segera menjawab permintaan berkomentar.