EKBIS.CO, JAKARTA -- Kuartal I 2019, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (persero) atau IPC Elvyn G Masassya memperkenalkan strategi utama meningkatkan industri maritim Indonesia. Selain itu, Trilogi Maritim juga menjadi ujung tombak mengatasi persoalan utama dunia maritim tanah air, yaitu dwelling time dan biaya logistik
Elvyn menjabarkan implementasi Trilogi Maritim akan menurunkan biaya logistik nasional. Lalu apa itu Trilogi maritim, Elvyn Trilogi Maritim adalah jaringan pelabuhan yang terintegrasi (integrated port network) yang mencakup tiga pilar. Tiga pilar itu adalah standarisasi pelabuhan, aliansi pelayaran, dan industri yang terakses baik dengan pelabuhan.
Elvin mengatakan standarisasi pelabuhan yang telah dilakukan IPC sejak 2016 ini sejalan sudah sesuai dengan target pemerintah menurunkan biaya logistik sebesar 4,9 persen dalam tiga tahun ke depan. "IPC meyakini Trilogi Maritim akan menurunkan biaya logistik dari 23,6 persen per PDB di 2018 menjadi 18,7 persen pada 2022," ujar Elvin beberapa waktu lalu.
Kedua standarisasi pelabuhan, dimana IPC terus melakukan pembenahan. Khususnya pengembangan fisik serta digitalisasi pelabuhan sehingga mencapai visi menjadi trade facilitator di 2024.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC, Elvyn G Masassya menjadi pembicara dalam diskusi ngobrol pagi seputar BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
IPC atau Indonesia Port Corporation juga memiliki misi menjadi pusat pelabuhan terbesar di Asia Tenggara mengungguli Singapura. Saat ini, IPC Saat ini, IPC telah membuka layanan pelayaran langsung (direct call services) ke Amerika, Eropa, Australia, dan Intra Asia. Khusus Asia sejak April lalu, IPC telah melakukan kerja sama dengan Pelabuhan Ningbo, Cina.
Digitalisasi Pelabuhan
Salah satu pilar utama tumbuhnya maritim Indonesia adalah standarisasi pelabuhan. IPC memang sejak lama terus berupaya mengubah pelabuhan yang ada dibawah kendalinya menjadi kelas dunia. Bukan hanya berukuran besar, namun memiliki pelayanan kelas dunia melalui implementasi teknologi digital.
Direktur Operasi IPC atau PT Pelabuhan Indonesia II Prasetyadi kepada Republika beberapa waktu lalu menyatakan 10 pelabuhan di bawah kendali perseroan telah menerapkan digital port. Termasuk pelabuhan terbesar di Indonesia, Pelabuhan Priuk yang bahkan telah menerapkan Vessel Management System (VMS) dan Vessel Traffic System (VTS).
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas dengan latar depan Gedung PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (24/11/2019).
VMS adalah sistem pengelolaan dokumen keluar masuk kapal di pelabuhan secara digital. Bahkan sistem VMS di pelabuhan Priuk telah terhubung dengan Inaportnet milik Kementerian Perhubungan.
"Sistem digital port telah diperkenalkan sejak 2016, dan telah diterapkan di 10 pelabuhan bahkan yang ukurannya kecil. Hasilnya adalah efisiensi biaya dan sumber daya manusia," tutur dia.
Ia menyatakan dalam proses lalu lintas dokumen, ada tiga hal yang berhasil diperbaiki sistem ini. Tiga hal itu adalah kecepatan, biaya dan transparansi."Biasanya pengurusan dokumen bisa tiga hingga empat hari ini rata-rata hanya enam sampai delapan jam saja," ucap dia.
Selain itu beban biaya juga bisa turun antara 20 hingga 30 persen. Sedangkan biaya operasi IPC sebagai operator pelabuhan turun antara 40 sampai 50 persen.
Aplikasi Pengurusan Dokumen
Deputi Vice President Sarana dan Prasarana Pemanduan Adi Priyatmono menyebut VMS didesain untuk memudahkan beragam proses yang dahulu disebut rumit. Tak hanya bagi IPC sebagai operator namun juga agen yang mengurus dokumen kapal.
Bahkan IPC berencana membuat aplikasi pengurusan via ponsel. "Rencana akhir tahun ini bisa dibuat dan masuk di App Store Android," tutur dia.