Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -- Pengusaha properti ulung, Ir Ciputra, yang tak lain adalah Chairman dan Founder Ciputra Group tutup usia pada (27/11/2019) pukul 01.05 waktu Singapura. Ciputra wafat dalam usia 88 tahun.
Kiprah mendiang Ciputra dalam dunia bisnis telah mendunia. Berbagai jasanya akan selalu teringat sepanjang masa.
Pemilik nama asli Tjin Hoan merupakan anak melarat yang tinggal di Sulawesi Utara. Ia lahir di Parigi, kota kecil di Sulawesi Tengah, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Mulanya, Ciputra kecil menjalankan hidup sama seperti anak-anak lainnya. Namun, itu semua berubah ketika Sang Ayah meninggal dunia. Perekonomian keluarga terganggu dan mereka pun jatuh miskin.
Baca Juga: Kabar Duka, Pengusaha Properti Ciputra Tutup Usia
Kemiskinan yang menyelimutinya tak menjadi penghalang bagi Ciputra untuk terus menorehkan prestasi. Ia merupakan atlet lari andal se-Sulawesi Utara kala 1951 silam. Berkat prestasinya di dunia olahraga, Ciputra yang tinggal di Manado itu berkesempatan mengunjungi Ibu Kota DKI Jakarta untuk mengikuti Pekan Olahraga Nasional II.
Saat berkesempatan menyambangi Ibu kota dan menunjukkan kebolehannya dalam dunia lari, Ciputra dan kontingen lainnya menaiki kapal laut dari Manado ke Jakarta. Dengan penuh kegembiraan dan semangat, ia dan teman-temannya berjuang melawan atlet profesional dari provinsi lain.
Namun, sayangnya Ciputra belum terlahir sebagai sang juara. Akan tetapi, ia berhasil masuk kualifikasi dan menembus babak final di nomor lari 800 meter dan 1.500 meter. Sebab namanya yang masuk ke babak final itu, ia diundang Presiden Soekarno ke Istana Merdeka.
Singkat cerita, Ciputra merupakan pria yang tak kenal lelah dalam berusaha. Ia terus menjunjung tinggi pendidikan, dan jiwa bisnisnya pun telah terlihat saat ia duduk sebagai mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bersama dua sahabatnya sesama mahasiswa ITB, Budi Brasali dan Ismail Sofyan, hanya bermodal ilmu arsitektur yang mereka dapat di kampus, mereka mendirikan CV Daya Tjipta.
Awalnya, mereka berkeliling di sebuah garasi di Jalan Soetjipto, Bandung. Mereka berkeliling dari rumah ke rumah mencari orang yang bersedia memakai jasanya. Prosesnya itu berlangsung lama, sampai tiba waktunya Ciputra menikah dan memiliki anak, ia mulai bertanya kepada kawannya, sampai kapan mereka hanya bergantung dan menunggu orderan datang.
Baca Juga: Mal Ciputra Jakarta Catat 26 Tahun Perjalanan di Hari Ulang Tahun
Dengan penuh tekad, akhirnya Ciputra bangkit dari kesulitan. Ia memboyong keluarganya pergi ke Jakarta pada awal 1960-an. Kala itu, Jakarta tengah bebenah.
Dalam benaknya, melihat Jakarta yang sedah bebenah, tidak ada cara lain yang dapat ia tempuh untuk bisa mendapatkan proyek besar, kecuali bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Soemarno Sosroatmodjo.
Melalui bantuan mantan asisten Gubernur Soemarno, Mayor Charles, ia hendak bertemu dengan Gubernur.
"Saya hanya ingin menyampaikan pemikiran saya untuk membangun Jakarta," kata Ciputra seperti yang dikutip dalam biografinya yang ia luncurkan 2017 lalu, The Passion of My Life.
Keinginannya itu pun terwujud. Gubernur Soemarno pun rela mendengarkan paparan gagasan Ciputra. Ia menunjuk Senen sebagai tempat di Jakarta yang harus dibenahi.
Setelah mendengar pemaparannya, Gubernur Soemarno pun menyetujuinya, dan beberapa hari kemudian, Gubernur Soemarno dan tim Ciputra diterima Presiden Soekarno untuk mempresentasikan konsep peremajaan kawasan Senen.
Merasa masih anak bawang, Ciputra mengumpulkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadap orang pertama di Indonesia. Dengan penuh saksama, Presiden Soekarno menyimak pemaparan Ciputra. Setelah panjang berbicara, Presiden Soekarno pun menyetujui rencananya. Namun, lagi dan lagi, minimnya dana pemerintahan menjadi kendala.
Baca Juga: Alhamdulillah, Pasar Properti Segmen Menengah Masih Menjanjikan
Selalu ada jalan menuju Rhoma, untuk mengumpulkan dana, Gubernur Soemarno pun membantu Ciputra mengumpulkan pengusaha besar kala itu, seperti Hasjim Ning, dan Agus Musin Dasaad, juga sejumlah petinggi bank, seperti Jusuf Muda Dalam, bos Bank Negara Indonesia, dan Jan Daniel Massie, Direktur Utama Bank Dagang Negara.
Kemudian, lahirlah PT Pembangunan Ibu Kota Jakarta Raya (Pembangunan Jaya) pada 3 September 1961. Keberhasilannya di proyek Senen inilah yang menjadi pijakan pertama Ciputra hingga akhirnya perusahaannya beranak-pinak sampai sekarang, seperti Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group.
Ciputra dikenal sebagai konglomerat dan salah satu raja properti di negeri ini. Berdasarkan perhitungan majalah Forbes November 2017, Tjie Tjin Hoan alias Ciputra berada di urutan ke-21 orang terkaya di Indonesia dengan harta senilai US$1,45 miliar atau Rp19,7 triliun. Di tahun 2019, kekayaannya sekitar US$1,3 miliar.