Sekretaris Jenderal Gabungan Agen Tunggal Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan pasar ekspor mobil jadi (CBU) dan mobil terurai (CKD) masih positif sampai dengan Oktober 2019. Hal ini terlihat dari pasar ekspor yang masih tumbuh hingga 29 persen dibandingkan 2018.
"Ini berarti potensinya masih tinggi, meskipun sebelumnya sempat turun tajam akibat tren 5 tahun karena pemilu. Ekspor juga tumbuh di tengah produksi dan permintaan turun," ujar Kukuh di acara diskusi bertema "Kesiapan Industri Otomotif Menuju Era 4.0" di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu 4 Desember 2019.
Menurut data Gaikindo, kata Kukuh, ekspor CBU mencapai 275.364 unit sejak Januari hingga Oktober 2019. Sedangkan ekspor CKD masih tercatat tumbuh hingga 483 persen hingga 397.885 unit sejak Januari hingga Oktober 2019.
Kukuh mengatakan permintaan pasar sempat meningkat tipis menjadi 1,15 juta unit pada 2018, dari sebelumnya 1,08 juta unit pada 2017. Namun, permintaan pasar domestik justru cenderung turun menjadi sekitar 1 juta unit pada 2019.
Dengan tren yang serupa, produksi mobil domestik juga sempat melonjak menjadi 1,34 juta unit pada 2018 dari sebelumnya 1,21 juta unit pada 2017. Namun pada 2019, produksi mobil domestik juga cenderung stagnan menjadi sekitar 1,3 juta unit.
Kukuh menjelaskan, jumlah ekspor CBU dan CKD tersebut menggembirakan di tengah sejumlah kebijakan proteksionis atas negara di ASEAN yang menjadi tujuan ekspor mobil dari Indonesia. Salah satunya, terjadi dari pemerintah Vietnam.
"Dengan adanya aturan baru dari Vietnam itu, ekspor dari Indonesia yang semula hanya 1 minggu sudah bisa sampai ke dealer, menjadi sekitar 60 hari karena ada pemeriksaan soal emisi yang sesuai," kata Kukuh.
Adapun yang dimaksud aturan ekspor mobil yang menghambat adalah aturan Prime Minister Decree No. 116/2017 dan kedua, Circular No 03/2018. Dengan dua aturan tersebut, kendaraan dari negara lain harus mendapatkan vehicle type approval (VTA) oleh instansi berwenang dari Vietnam.