EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan tarif Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) pada 2020. Peneliti dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai rencana ini tidak efektif menyelesaikan polemik rokok elektrik.
"Sebaiknya pemerintah mengantisipasi dampaknya terhadap kemungkinan lay-off tenaga kerja," kata Esther dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (9/12).
Esther menyarankan Kemenkeu memberikan insentif fiskal bagi produk tembakau alternatif. "Pemerintah bisa memberikan insentif fiskal kepada produk HPTL yang lebih rendah risiko dengan pertimbangan dapat menjadi salah satu solusi bagi perokok dewasa yang sulit untuk berhenti merokok," kata Esther.
Esther melanjutkan sama halnya dengan produk-produk lain yang mempunyai dampak lebih baik dari produk konvensionalnya, dengan adanya insentif fiskal, perokok dewasa lebih mampu menjangkau produk yang lebih rendah risiko tersebut.
Dari sisi produsen pun akan semakin terpacu melakukan inovasi di industri produk tembakau alternatif. Dengan demikian, yang diuntungkan adalah perokok di Indonesia yang mempunyai pilihan lebih banyak.
Sebagai contoh, pemberian insentif fiskal maupun nonfiskal terhadap produk tembakau alternatif sudah dilakukan oleh Inggris dan Selandia Baru. Esther mengatakan pemerintah Inggris mengenakan tarif yang lebih murah bagi rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan. Alasannya, produk inovatif tersebut dapat membantu dalam menurunkan angka perokok di negaranya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi belum dapat memastikan besaran tarif cukai rokok elektrik (vape) yang akan dinaikkan pada awal Januari 2020.
"Kita inline saja dengan policy kenaikan tarif rokok konvensional. Kalau rokok konvensional dinaikkan, yang lain akan mengikuti pemberlakuannya pada 1 Januari 2020," kata Heru.
Saat ini tarif cukai vape yang mulai diberlakukan pada 2018 adalah sebesar 57 persen.