EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (Bank Muamalat) membuka peluang kerja sama business to business (B2B) dengan perusahaan BUMN. Direktur Bank Muamalat, Achmad Kusna Permana memastikannya bukan dalam bentuk penanaman modal.
"Kita sedang diskusikan seperti apa, sedang arrangement yang mungkin bisa dilakukan dengan BUMN, tapi tentunya B2B, bukan seperti yang diberitakan," katanya usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Muamalat Tower, Jakarta, Senin (16/12).
Kerangka kerja sama diformulasikan untuk menguntungkan kedua belah pihak. BUMN sendiri melihat sejumlah peluang bisnis yang bisa dilakukan dengan sumber daya Bank Muamalat. Begitu juga sebaliknya, seperti misalnya technical assistant.
Permana membuka peluang kerja sama tidak hanya dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tapi juga dengan BUMN lain. Yang jelas, katanya, harus sama-sama menguntungkan dan mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga pemegang saham.
Ia tidak menjelaskan lebih lanjut karena masih dalam pembahasan. "Saya tidak bisa disclose, tapi sedang diformulasikan," katanya.
Beberapa waktu lalu, BUMN dikabarkan akan ikut menjadi juru selamat Bank Muamalat dengan menyertakan modal. Kabar tersebut santer setelah upaya pencarian investor tidak kunjung menuju babak final.
Hingga saat ini, total ada 18 calon investor yang mencoba meminang namun tidak jua mendapat persetujuan dari regulator. Permana menyampaikan Bank Muamalat sangat terbuka terhadap siapa pun, termasuk yang terbaru adalah Al Falah Investment Ltd yang dipimpin Ilham Habibie.
Menurutnya, regulator memiliki wewenang untuk mengukur kapasitas calon investor yang hendak meminang Bank Muamalat. Tidak hanya dari segi kesiapan dana, tapi juga kapasitas bisnis yang mendukung bank untuk ekspansi.
"Tidak semua orang bisa masuk ke Muamalat, kan harus direview kapasitasnya oleh OJK," katanya.
Bank Muamalat pada hari ini melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) menyetujui tiga mata agenda. Di antaranya, Penawawan Umum Terbatas (PUT) VI dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), penerbitan sukuk subordinasi senilai Rp 6 triliun, dan perubahan susunan Dewan Pengawas Syariah.