EKBIS.CO, SHANGHAI -- China terus membidik lini bisnis utama Amerika untuk membalas kenaikan tarif yang dilakukan Presiden AS Donald Trump. Sebelumnya, China menargetkan sektor otomotif, peternakan seperti daging sapi dan kedelan. Kini, tampaknya, tekanan akan diberikan pemerintah Beijing terhadap industri percetakan.
Buku yang ditulis Bob Woodward berjudul Fear: Trump in The White House menjadi salah satu 'korban'. Buku yang ditulis pada 2018 ini merupakan satu dari ratusan buku Amerika yang disimpan oleh regulator penerbitan China sejak tensi perang dagang semakin meningkat tahun ini.
Pengusaha penerbitan di China mengatakan, peluncuran buku-buku Amerika di China terhenti. Editor di sebuah penerbitan swasta di Beijing Sophie Lin mengatakan, kebijakan ini memberikan dampak luar biasa baginya dan industri. "Penulis dan cendekiawan Amerika sangat penting di tiap sektor," ujarnya, dilansir di Straits Times, Senin (30/12).
Lin mengatakan, banyak peristiwa yang terjadi sepanjang 2019. Judul-judul baru dari penulis Amerika gagal mendapatkan persetujuan untuk terbit di China. Perusahaannya pun berhenti mengedit dan menerjemahkan sekitar lusinan judul buku yang tertunda dengan alasan memangkas biaya.
Industri percetakan dan penerbitan China berharap, gencatan senjata dagang yang sudah mulai terjadi antara AS dengan China menjadi titik terang kebuntuan. Tapi, harapan ini masih jauh dari rasa optimisme. Sebab, pemerintahan di bawah Presiden China Xi Jinping yang berasal dari Partai Komunis diketahui gemar mengurangi pengaruh media asing di China guna memberi ruang bagi buku, film dan acara televisi lokal.
Orang-orang di industri penerbitan enggan membahas secara terbuka buku-buku mana saja yang telah ditahan. Mereka takut, pemerintah akan menargetkan bisnis mereka seiring dengan regulator China yang bersikap lebih keras terhadap buku asing belakangan ini. Banyak yang hanya ingin berbicara dengan syarat anonim.
Selain buku Woodward, sejumlah buku yang ditahan adalah Child of God oleh Cormac McCarthy, Asimetri, novel pertama karya Lisa Halliday dan versi terbaru Public Philosophy: Essays On Morality In Politics yang ditulis profesor Harvard, Michael Sandel. Alasan untuk penundaan publikasi tersebut tidak jelas.
Departemen Publisitas Pusat Partai Komunis yang mengelola proses persetujuan penerbitan buku di China tidak menanggapi pertanyaan media yang dikirim melalui faks. Tapi, orang dalam industri penerbitan menggambarkan, kebijakan untuk menahan penerbitan buku Amerika di China akan memberikan dampak besar. Industri penerbitan akan enggan membeli hak untuk menjual buku-buku Amerika di China.
Andy Liu, seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan Beijing, mengatakan bahwa Amerika merupakan salah satu sumber buku yang paling menguntungkan bagi China. Seiring dengan kebijakan saat ini, industri penerbit China pasti akan mengubah fokus mereka. "Menerbitkan buku-buku Amerika sekarang jadi bisnis yang berisiko," katanya.
Pada 2017, industri China memperoleh hak cipta lebih dari 6.000 buku Amerika. Jumlah tersebut sepertiga lebih dari semua buku asing yang diklaim, menurut data dari Administrasi Hak Cipta Nasional.
Di sisi lain, China merupakan pasar besar bagi buku, terutama internasional, meskipun dikenal dengan kebijakan penyensorannya yang ketat. China menjadi pasar penerbitan terbesar kedua di dunia setelah Amerika, menurut Asosiasi Penerbit Internasional.
Bahkan, beberapa buku asing yang dianggap bertentangan dengan sensor Partai Komunis dapat ditemukan di toko buku offline ataupun online.