Warta Ekonomi.co.id, JAKARTA -- Google sedang mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu dokter mengidentifikasi kanker payudara, menurut sebuah makalah penelitian yang diterbitkan di Nature dilansir dari The Verge, Rabu (1/1/2020). Model AI yang dibuat Google disebut mampu mengurangi jumlah negatif palsu hingga 9,4 persen pada pembacaan mammogram pada sinar X-ray.
Saat ini kanker payudara adalah penyebab kematian nomor dua pada wanita, yang hanya dikalahkan kanker paru-paru karena kematian dan prevalensi keseluruhannya. Deteksi dini adalah pertahanan terbaik yang dimiliki kebanyakan orang dalam mengidentifikasi dan mengobati penyakit.
Baca Juga: Perusahaan Teknologi China Ini Uji Coba Aplikasi Mandiri, Bye-Bye Google!
Meskipun mammogram adalah alat deteksi yang paling umum, masih banyak kasus kanker payudara yang belum bisa diselesaikan dengan mammogram. "Mammogram sangat efektif, tetapi masih ada masalah yang signifikan dengan negatif palsu dan positif palsu," kata Shravya Shetty, seorang peneliti di Google yang ikut menulis makalah.
Dalam studi yang didanai Google, para peneliti menggunakan mammogram yang diperoleh dari lebih dari 25.000 wanita di Inggris dan 3.000 wanita di AS secara anonim. "Kami mencoba mengikuti prinsip yang sama yang mungkin diikuti oleh ahli radiologi," kata Shetty.
Menurut posting-an blog Google, tim pertama kali melatih AI untuk memindai gambar sinar-X, kemudian mencari tanda-tanda kanker payudara dengan mengidentifikasi perubahan pada payudara dari 28.000 wanita. Mereka kemudian memeriksa dugaan komputer terhadap hasil medis aktual wanita tersebut.
Baca Juga: Gaet Korea Selatan, Bio Farma Produksi Immunoterapi untuk Kanker
Pada akhirnya, mereka mampu mengurangi negatif palsu sebesar 9,4 persen dan mengurangi positif palsu sebesar 5,7 persen untuk wanita di AS. Di Inggris, di mana dua ahli radiologi biasanya memeriksa ulang hasilnya, model ini mengurangi negatif palsu sebesar 2,7 persen dan mengurangi positif palsu sebesar 1,2 persen.
"Model ini berkinerja lebih baik daripada ahli radiologi individu di Inggris dan AS," Christopher Kelly, seorang ilmuwan di Google yang juga turut menulis makalah tersebut.