EKBIS.CO, JAKARTA-- Badan Pusat Statistik (BPS) mengaku belum melakukan Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Syariah. Bahkan, hal ini sulit dilakukan lantaran belum adanya manual penghitungan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan penghitungan manual yang dikeluarkan PBB menjadi hal yang penting. Sebab, penghitungan manual dapat menjadi acuan dan perbandingan oleh negara lainnya.
“Belum karena harus dipikirkan betul-betul. Ketika BPS menghitung PDB atau pertumbuhan ekonomi harus mengacu manual yang dikeluarkan oleh PBB. Kita menghitung pertumbuhan ekonomi harus ada manual yang diikuti, kita menghitung inflasi harus ada manual yang diikuti, kemiskinan dan ekspor impor demikian,” ujarnya kepada Republika, Selasa (7/1).
Menurutnya saat ini manual penghitungan hanya berlaku ke PDB Global. Setidaknya dibutuhkan waktu yang panjang jika ingin menerapkan PDRB Syariah.
“Jadi kuncinya mampu tidak kita memilah produk dalam PDB menjadi halal atau tidak. Jalan pertama yang kita tempuh bersama KNKS membuat definisi dan klarifikasi terlebih dahulu. Mampu tidak? Bahan makanan dan minuman kita pisah mengenai halal, fesyennya kita pisah mana halal atau tidak, keuangan syariah, wisatanya halal maka butuh waktu panjang,” ujarnya.
Kendati demikian, Kecuk mengakui Indonesia sedang mengarah ke PDRB Syariah. Tentunya kesiapan ini dibutuhkan kebersamaan antara lembaga terkait.“Kita menuju kesana, saya tidak sanggup kalau tahun depan (PDB Syariah) kalau indikator lainnya bisa optimis dan bangun. Tentunya saling bersama dan saling berbagi informasi saya pikir bisa mengcapture,” ucapnya.
Sebelumnya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menargetkan penghitungan produk domestik regional bruto (PDRB) syariah dapat rampung pada awal tahun. Kepala Sekretariat Satuan Kerja KNKS Muhammad Cholifihani memperkirakan dokumen yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut sudah bisa dirilis pada kuartal pertama 2019.
Cholifihani mengatakan, dokumen PDRB syariah akan memuat besaran potensi industri halal dan syariah di 17 sektor yang sudah dikategorikan di BPS, dari pertanian sampai jasa. Langkah dasar ini dinilai penting untuk merumuskan strategi lanjutan ekonomi syariah secara nasional.
"Kita dapat memetakan, sebenarnya berapa pertumbuhan ekonomi syariah kita," ujarnya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (4/1).