EKBIS.CO, WASHINGTON – Tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang diklaim untuk merestrukturisasi hubungan perdagangan utama AS nyatanya telah merugikan perusahaan AS. Sejak tarif diterapkan pada Februari 2018, mereka harus mengeluarkan biaya hingga 46 miliar dolar AS demi mengikuti kebijakan Trump.
Menurut data konsultan yang berbasis di Washington, Trade Partnership Worldwide yang menghitung biaya tarif kumulatif hingga November 2019, kerugian terbesar dari perusahaan AS berasal dari kewajiban bea impor China. Setidaknya 37,3 miliar dolar AS harus ditanggung oleh mereka.
Selain itu, data Kementerian Perdagangan memperlihatkan, ekspor barang-barang AS yang terkena tarif pembalasan telah turun tajam. Sepanjang November 2018 hingga 2019, penurunannya mencapai 23 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017. Bahkan, ketika tarif pembalasan telah berakhir, ekspor belum kembali ke kondisi semula, menurut Wakil Presiden Trade Partnesrhip Worldwide, Dan Athony.
Trade Partnership Worldwide menggunakan data mentah, tidak disesuaikan secara musiman dan mencocokkan kode tarif dengan kategori barang. Mereka kemudian membaginya berdasarkan negara yang kemudian dianalisis untuk kampanye bertajuk Tariffs Hurt the Heartland.
Anthony mengatakan, dua negara bagian yang mengadakan pemilihan awal dalam pemilihan presiden ahun 2020 merasakan penurunan ekspor hingga dua kali lipat setelah pemberlakuan tarif. Dua negara itu adalah Nevada yang mengekspor integrated circuit dan New Hampsire yang menghasilkan produk komputer dan elektronik.
Wakil Perdana Menteri Cina Liu He dijadwalkan menandatangani perjanjian perdagangan Fase 1 di White House pada 15 Januari. Rencana ini disampaikan Kementerian Perdagangan Cina pada Kamis (9/1).
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, AS akan membagi dua tarif 15 persen yang diberlakukan pada bulan September 2019 atas barang-barang Cina senilai 120 miliar dolar AS. Tapi, tarif 25 persen pada 250 miliar dolar AS pada barang-barang Cina yang diterapkan sebelumnya akan tetap berlaku.
Per November 2019, ekspor barang AS yang dikenai tarif pembalasan di Cina 26 persen lebih rendah dalam 12 bulan dibandingkan tahun 2017. Sementara, ekspor barang yang tidak menghadapi tarif tersebut justru naik 10 persen dibandingkan 2017.
"Total ekspor AS lebih tinggi dari 2017, tapi tarif pembalasan memperlambat pertumbuhannya pada 218 dan menurun pada 2019," ujar Anthony.
Trump diketahui memberlakukan tarif impor baja dan aluminium pada Februari 2018. Ekspor AS ke negara-negara yang membalas dengan tarif mereka sendiri adalah 15 persen di bawah level 2017 dalam 12 bulan yang berakhir pada November 2019.
Setelah Washington menurunkan tarif untuk Meksiko dan Kanada, kedua negara melakukan kebijakan sama. Tapi, ekspor produk AS nyatanya belum pulih kembali. "Kita berharap, perdagangan mulai tumbuh lagi, tapi ini belum terjadi dalam enam bulan terakhir," kata Anthony.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan tentang ekspor lain yang menurun. Anthony mengatakan, tidak ada jaminan penjualan tersebut akan pulih apabila tarif balasan sudah hilang nantinya.