EKBIS.CO, JAKARTA -- Peternak ayam petelur mengeluhkan mahalnya harga jagung pakan yang diterima saat ini. Dipastikan, kenaikan harga jagung pakan bakal berdampak pada kenaikan daging ayam dan telur di level konsumen.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika menuturkan, persoalan jagung di Indonesia tidak terlepas dari data yang masih bermasalah. Data yang belum valid membuat adanya kelebihan estimasi angka produksi dan menyebabkan pemerintah mengambil langkah kebijakan yang kurang tepat.
Sementara, pemerintah tidak membuka keran impor hingga saat ini. Meskipun dibuka, importasi sudah terlambat karena musim panen raya akan tiba di bulan Maret mendatang. Sebab butuh proses panjang di internal pemerintah untuk memutuskan kebijakan impor dan mendatangkan jagung dari negara eksportir.
"Kalau sudah seperti ini, ya pemerintah harap maklumi kalau harga ayam dan telur di pasar naik. Jangan peternak yang disalahkan," kata Yeka kepada Republika.co.id, Ahad (12/1).
Yeka mengatakan, kebutuhan tahunan jagung sudah pasti dan diketahui jelas oleh pemerintah setiap tahun. Semestinya, ada kebijakan yang lebih konkret untuk melakukan pemetaan produksi jagung sekaligus opsi importasi jagung jika memang terjadi kerawanan.
Hanya saja, semua menjadi masalah akibat data jagung yang belum valid. Belajar dari komoditas beras, setelah dilakukan perbaikan data oleh Badan Pusat Statistik, terdapat koreksi data produksi beras hingga 43 persen secara nasional.
"Bisa jadi, jagung pun bermasalah. Kalau sudah dirasa bermasalah ya jangan membuat kebijakan atas dasar data yang salah. Supply-demand jagung itu tidak bisa dibohongi," katanya.
Sementara, permainan mafia terkait kenaikan harga jagung pakan saat ini sangat kecil kemungkinan. Sebab, komoditas jagung tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama sementara gudang penyimpanan jagung di Indonesia pun tidak begitu banyak.
"Kementan harus introspeksi diri dalam mendeklarasikan berapa sebetulnya produksi jagung kita," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional, Musbar Mesdi, menuturkan, jagung pakan yang diterima peternak saat ini dihargai hingga Rp 5.200 per kilogram (kg). Harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga normal jagung pakan sebesar maksimal Rp 4.500 per kilogram.
Menurutnya, kenaikan harga mulai dirasakan peternak sejak pekan ketiga Desember 2019 dan terus berlanjut hingga saat ini. "Kita tahu panen jagung baru akan ada di bulan Maret. Tapi untuk sampai ke peternak paling cepat bulan April karena ada proses pengeringan dan distribusi jagung," kata Musbar.
Musbar menegaskan, jagung berkontribusi sekitar 65 persen terhadap biaya produksi daging dan telur ayam ras. Karena itu, sedikit kenaikan harga jagung pakan bakal berimplikasi langsung kepada kenaikan harga dua komoditas itu di pasar tradisional.