EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah serius dalam melakukan pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Semua elemen lembaga pun diturunkan, termasuk lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah melakukan kajian dan monitoring untuk dilaporkan ke Presiden.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian dan monitoring yang dilakukan KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), terdapat sejumlah permasalahan kunci dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian.
"Pertama, luas lahan baku sawah, baik yang beririgasi teknis maupun non irigasi, menunjukkan laju penurunan dari tahun ke tahun. Rata-rata luasan lahan baku sawah berkurang sebesar 650 ribu hektare per tahun atau ekuivalen dengan 6,5 juta ton beras (BPS), dengan asumsi produksi beras 10 (sepuluh) ton per tahun," ungkap Sarwo Edhy, Jumat (17/1).
Untuk mencapai swasembada beras, lanjut Sarwo Edhy, Kementan melakukan berbagai program untuk memperluas lahan baku sawah. Sementara itu, dibutuhkan sedikitnya lima tahun bagi lahan sawah baru untuk mencari tingkat produktivitas padi seperti lahan sawah beririgasi teknis.
"Jadi dipastikan terjadi pengurangan luasan lahan sawah setiap tahun yang otomatis diikuti dengan turunnya produksi beras," tuturnya.
Masih berdasarkan kajian KPK, Pemerintah belum memberikan insentif dan pengenaan disinsentif kepada pemerintah daerah dan pemilik lahan sebagaimana diatur pada pasal 38 sampai dengan pasal 43 UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP Nomor 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
"Akibatnya, pemilik lahan dan pemerintah daerah enggan mempertahankan lahan pertaniannya dan beralih ke fungsi lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi bagi mereka," ungkapnya.
Dalam kunjungan lapangan KPK ke Bekasi dan Karawang beberapa waktu lalu, menunjukkan pemerintah daerah tetap melakukan alih fungsi lahan baku sawah beririgasi teknis menjadi perumahan dan kawasan industri. Motifnya memperbesar pendapatan pajak dan peningkatan ekonomi masyarakat.
"KPK juga menemukan koordinasi antara lembaga, baik di tingkat pusat maupun antara lembaga pusat dengan lembaga daerah dalam mengendalikan alih fungsi lahan tidak berjalan. Termasuk pengawasan dan pemantauan, tidak ada lembaga yang merasa bertanggung jawab untuk masalah alih fungsi lahan sawah ini," tuturnya.
Dalam kajian tersebut juga terungkap KPK telah memberikan rekomendasi perbaikan kepada kementerian/lembaga yang terkait sejak tahun 2017. Namun, sudah 2 tahun tidak ada tindak lanjut. Untuk menjamin terlaksananya swasembada beras, maka laju penurunan lahan baku sawah perlu dikendalikan. KPK pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi.
Pertama, Pemerintah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan UU Nomor 41 tahun 2009. Kedua, dalam pelaksanaannya, sedikitnya beberapa kementerian dapat diberikan tugas dan target yang spesifik.
Yaitu, Kementerian Dalam Negeri agar mewajibkan setiap pemerintah daerah untuk segera menetapkan regulasi untuk melarang pengalihan lahan sawah baku melalui penetapan area LP2B dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Ketiga, Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/BPN menyusun mekanisme pemberian insentif dan pengenaan disinsentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah untuk menjamin pelaksanaan LP2B.
Dan keempat, Kementerian Keuangan menyiapkan mekanisme keuangan untuk pelaksanaan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif bagi daerah yang telah/belum melaksanakan LP2B.